Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meyakini Revisi UU tentang Pemasyarakatan bakal melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan pelemahan terhadap pemberantasan korupsi diperparah dengan terpilihnya figur yang dinilai bermasalah sebagai pimpinan KPK serta disahkannya UU KPK hasil revisi.
Baca: Enggan Respon Masalah RUU Pemasyarakatan, Dirjen PAS: Tunggu Paripurna
"Jadi lengkap sudah tahun 2019 ini, lima pimpinan KPK ada figur yang bermasalah, KPK juga diperlemah dengan regulasi UU KPK dan ketika pelaku korupsi dipenjara dia dapat kemudahan pengurangan hukuman melalui RUU Pemasyarakatan," ujar Kurnia di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (20/9/2019).
Ia menjelaskan RUU Pemasyarakatan semakin memudahkan para koruptor untuk mendapatkan pembebasan bersyarat hingga remisi dari pemerintah.
Sementara di peraturan terdahulu, koruptor akan dipertimbangkan mendapat remisi dan pembebasan bersyarat apabila menjadi justice collaborator (JC) atau mendapat rekomendasi dari KPK.
"Sementara dalam RUU Pemasyarakatan menafikan isu itu (JC dan rekomendasi KPK). Padahal kita sependapat dengan PP 99 Tahun 2012 itu karena memang itu implementasi extraordinary crime korupsi, yang memang harus ada syarat khusus bagi orang yang ingin mendapatkan pengurangan hukuman," ucapnya.
Lebih lanjut, bila RUU Pemasyarakatan itu disahkan, nantinya pembebasan bersyarat hanya akan berdasarkan penilaian dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan semata.
Padahal, kombinasi antara pemasyarakatan dan penegak hukum diyakini Kurnia sebagai hal penting untuk menilai apakah seorang koruptor layak atau tidak diberikan pembebasan bersyarat.
Baca: Revisi UU Pemasyarakatan Disepakati, Koruptor Dipermudah dapat Remisi
Menurut Kurnia, dengan adanya revisi UU Pemasyarakatan itu kewenangan pembebasan bersyarat hanya berdasarkan penilaian Direktorat Jenderal Pemasyarakatan saja.
"Yang mana kalau kita nilai, yang harusnya mengajukan rekomendasi juga penegak hukum, karena dia yang tahu peran yang bersangkutan dalam konstruksi kasus. Kan kalau klausul berkelakuan baik dan lain-lain, itu kan domain pemasyarakatan. Tapi misalnya kalau terkait peran di dalam kasusnya itu harus domain KPK," tandasnya.