TRIBUNNEWS.COM - Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sempat meminta satu di antara pasal Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang disebut-sebut mengenai penghinaan presiden dihapuskan.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengaku tidak bisa serta merta menghapuskan pasal tersebut mengingat Indonesia adalah negara beradab serta nasib para presiden setelah Jokowi nantinya.
Dilansir TribunWow.com, pernyataan Yasonna Laoly diungkapkan dalam unggahan kanal YouTube Indonesia Lawyers Club, Selasa (24/9/2019).
• Yasonna Laoly Ngaku Emosi lalu Minta Maaf karena Banyak yang Salah Paham Isi RKUHP: Saya Menyerah
Awalnya, Yasonna Laoly meluruskan soal istilah 'Penghinaan Presiden' lantaran dalam Pasal 217 yang tertulis adalah 'Penyerangan Kejormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden'.
"Soal penghormatan presiden, soal penghinaan, bukan penghinaan bahasanya, tidak ada satu kata pun 'penghinaan', (tapi) penyerangan harkat dan martabat," ralat Yasonna Laoly.
Yasonna Laoly kemudian memberi contoh jika Karni Ilyas mengkritik kinerjanya sebagai petinggi negara.
Baginya, kritikan dari masyarakat kepada dirinya bukanlah suatu masalah yang bisa memunculkan tuntutan.
• Yasonna Laoly Kesal RKUHP Gelandangan Baru Diprotes, Sebut Isinya Lebih Baik dari Zaman Belanda
"Bang Karni, kalau Bang Karni bilang sama saya, 'Laoly itu Menteri Hukum dan HAM tidak becus mengurus lapas, tidak becus mengurus imigrasi, tidak becus kerja'," ujar Yasonna Laoly disambut tepuk tangan hadirin.
"I'm okay with that (Saya tidak apa-apa)," sambungnya.
Namun jika sampai Yasonna Laoly dihina Karni Ilyas dengan ucapan kasar, maka ia berhak untuk menuntut.