TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua konfederasi buruh terbesar di Indonesia bersatu menyikapi maraknya aksi-aksi jalanan yang terjadi belakangan ini.
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang memiliki jutaan anggota ini meyakini aksi mahasiswa yang berlangsung di sejumlah tempat murni perjuangan.
Namun, sayangnya disusupi penumpang gelap. Terkait itu buruh Indonesia menolak agenda politik yang berupaya memboncengi setiap aksi demonstrasi.
"Kami mensinyalir adanya penyusup yang menumpangi aksi mahasiswa," tegas Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea dalam konferensi pers bersama Presiden KSPI Said Iqbal, di Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Baca: Cerita Pedagang Kopi Keliling Tinggalkan Dagangannya Hindari Demo Anarkis di Kompleks Parlemen
Baca: Anggota DPRD Sumut Dihajar Oknum Polisi Saat Rekam Demo Mahasiswa, Begini Kejadiannya
Baca: Hasto Sebut Peluang Gibran Rakabuming Jadi Calon Wali Kota Solo Bisa Lewat Pintu DPD atau DPP
mengaku menerima informasi valid mengenai aksi penyusupan yang berkaitan dengan agenda politik untuk membatalkan pelantikan Jokowi sebagai presiden terpilih.
Untuk itu, Andi meminta aparat penegak hukum khususnya Kapolri untuk menindak aktor utama di balik peristiwa kerusuhan dengan tidak pandang bulu.
Andi turut menyinggung kerugian yang timbul akibat perbuatan perusuh selain merusak fasilitas tol dan pos polisi, tindakan tersebut turut membawa dampak pada turunnya saham. Artinya, turut mengganggu iklim dunia kerja.
Andi juga menegaskan, menolak kegiatan-kegiatan inkonstitusional yang berupaya memecah belah persatuan Indonesia. Terlebih dengan menyusupi aksi yang dilindungi oleh konstitusi.
"Buruh sudah dewasa berdemokrasi. Selain aksi besar yang sering kami lakukan, kami juga melakukan gugatan serta judicial review dan kami menang. Hal biasa berbeda pandangan tetapi tidak merusak demokrasi," tegasnya.
Presiden KSPI Said Iqbal yang saat Pilpres lalu mendukung Prabowo Subianto juga memberikan penegasan Jokowi terpilih secara konstitusional dan tidak ada alasan menjatuhkannya.
Untuk itu, Iqbal menekankan agenda buruh Indonesia setelah rangkaian pilpres selesai adalah fokus dalam menolak revisi UU Ketenagakerjaan dan mendorong pemerintah untuk membentuk tim tripartit dalam merevisi PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan Kelas 3.
"Tidak ada agenda buruh terkait penolakan pemerintahan yang sah apalagi membatalkan pelantikan presiden yang sah. Semua proses politik sudah selesai dan kami menerima hasilnya," ujarnya.