Laporan wartawan tribunnnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman RI menyayangkan pernyataan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir soal ancaman sanksi bagi rektor dan dosen yang mengizinkan mahasiswanya berdemo.
Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu mengatakan kampus sejatinya sebagai ruang demokrasi.
Sementara mereka yang menyampaikan pendapat di muka umum juga diatur dalam konstitusi.
Ninik menilai, upaya represif yang dilakukan Menristekdikti sangat berpotensi maladministrasi.
"Represivitas tidak hanya datang dari Polri, tapi juga akan diberlakukan di kampus. Ini kan disayangkan karena kampus adalah ruang demokrasi. Memberikan sanksi bagi mahasiswa yang ingin menyampaikan pendapat di muka umum, itu konstitusional. Jadi kalau dilarang, apalagi akan diberikan sanksi itu potensi maladministrasi," ungkap Ninik dalam keterangan tertulisnya, Jumat (27/9/2019).
Baca: 5 Letusan Gunung Berapi Terdahsyat di Indonesia, Letusan Gunung Tambora Telan 92 Ribu jiwa
Baca: BMKG Rilis Peringatan Dini Gelombang Tinggi, Berlaku hingga Senin 30 Oktober 2019
Baca: Pelajar di Pemalang Ikut Aksi Penolakan RUU KPK, Dapat Ajakan Lewat Pesan Berantai
Baca: Spesifikasi Samsung Galaxy A20s vs A30s, Sama-Sama Punya 3 Kamera, Ini Harga dan Perbandingannya
Ia mengingatkan, segala hal yang berkaitan dengan kehidupan bernegara punya tatanannya.
Jika alasan Menristekdikti karena khawatir akan potensi bahaya dampak dari aksi unjuk rasa, seharusnya mengandalkan kewenangan yang ada di kepolisian dan juga pihak kampus.
Tapi jangan mengambil jalan pintas dengan membabi buta lewat upaya represif.
Ombudsman menganggap wajar jika Menristekdikti banyak mendapat kecaman publik akibat pernyataannya yang tidak sesuai dengan semangat demokrasi.
"Jangan membabi buta dan tiba-tiba represif. Wajar jika menuai kecaman dan resistensi publik," kata Ninik.
Sebelumnya Menristekdikti Mohammad Nasir meminta para rektor memberitahu mahasiswa agar tidak kembali turun ke jalan melakukan demonstrasi.
Nasir mengatakan bakal mengajak para mahasiswa untuk berdialog terkait tuntutan yang mereka sampaikan.
Baca: Hasil Autposi Mahasiswa yang Tewas di Kendari: Tewas karena Peluru Tajam hingga Klaim Polri
"Imbauan saya para rektor, tolong mahasiswa diberitahu jangan sampai turun ke jalan. Nanti kami ajak dialog," kata Nasir usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
"Kalau mereka orang terpandang pendidikannya, itu turun ke jalan sehingga tidak bisa dikontrol. Apa bedanya nanti dengan tidak terdidik," sambungnya.
Bahkan, Nasir sudah meminta Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti untuk menyampaikan hal ini kepada rektor di seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Ia mengungkapkan bakal memberi sanksi kepada rektor yang ikut menggerakkan mahasiswa turun ke jalan.
"Nanti akan kami lihat sanksinya ini. Gerakannya seperti apa dia. Kalau dia mengerahkan sanksinya keras. Sanksi keras ada dua, bisa SP1, SP2. Kalau sampai menyebabkan kerugian pada negara dan sebagainya ini bisa tindakan hukum," katanya.
Lebih lanjut, Nasir juga mengecam tindakan dosen yang justru mengizinkan mahasiswanya untuk ikut demonstrasi.
Menurutnya, rektor harus bertanggung jawab untuk mengingatkan para dosen yang tetap mengizinkan mahasiswa untuk aksi turun ke jalan.
Sebut tak paham subtansi
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengatakan ada sebagian mahasiswa yang ikut aksi menolak Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) ternyata malah tidak mengerti substansi apa yang mereka tolak.
"Saya monitor terus aksi mereka. Saya tanya saat itu, ternyata ada yang nggak tahu apa yang dikemukakan.
Tapi hanya ingin ini dibatalkan. Apa yang dibatalkan, isi substansinya tidak tahu secara detail," tutur Nasir, Kamis (26/9/2019) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Atas dasar itu, Nasir meminta mahasiswa untuk mengurungkan niat kembali berdemon menolak RKUHP dan RUU lainnya yang dinilai bermasalah.
Baca: Masih Ada 2 Mahasiswa UIN Keberadaannya Tanpa Kabar, Seorang Dipastikan di Polda Metro Jaya
Baca: Telusuri Suap SPAM di KemenPUPR, KPK Cari Bukti Hingga ke Menteri
Baca: 4 Alasan Pasangan yang Pacaran Lama Tapi Tak Berujung Pernikahan, Ada Campur Tangan Teman/Keluarga?
Menurut Nasir, sebagai mahasiswa yang adalah insan akademik seharusnya bisa bicarakan dengan baik melalui dialog.
Nasir juga menilai, gerakan mahasiswa dua hari kemarin Senin dan Selasa, 23 dan 24 September 2019 hanya sebagian yang murni memperjuangkan aspirasinya.
Sementara, sebagian lainnya dinilai ditunggangi oleh pihak tertentu.
"Kalau saya lihat ada sebagian yang murni, ada yang sebagian ditunggangi. Saya perhatikan betul, saya monitoring sejak sebelum persiapan," tegas dia.
Dikonfirmasi siapa pihak yang menunggangi aksi mahasiswa, Nasir mengaku tidak mengetahui pihak mana yang menunggangi. Dia mengingatkan jangan sampai aksi mahasiswa ini membuat kekacauan di negara ini.