Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, CIREBON - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan pihaknya tegas terkait posisi politiknya untuk berdiri kokoh membela Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) bersama Partai Koalisi Indonesia Kerja (KIK).
Hal itu, katanya, juga berlaku pada isu UU KPK hasil revisi yang menjadi polemik.
Baca: Tanggapan BEM Jakarta soal Tudingan Demo Mahasiswa yang Ditunggangi Pihak Tertentu
Hasto mengatakan, PDI Perjuangan percaya terhadap komitmen Jokowi dalam melakukan pemberantasan korupsi yang lebih berkeadilan dengan melakukan revisi UU KPK.
“Sebab revisi UU KPK sejalan dengan hasil survei dimana lebih dari 64 persen responden setuju terhadap pentingnya Dewan Pengawas KPK sehingga penyalahgunaan kewenangan dapat dihindari," kata Hasto Kristiyanto di sela kunjungannya di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (28/9/2019).
Hasto Kristiyanto merujuk kepada hasil survei Litbang Kompas yang menemukan 64,7 persen responden setuju dengan ide Dewan Pengawas KPK.
Survei itu juga menemukan 44,9 persen rakyat mendukung revisi UU KPK dan 39,9 persen menolaknya.
Lebih lanjut mengenai isu Dewan Pengawas KPK, Hasto mengatakan rakyat tidak bisa menutup mata ketika dua mantan komisioner KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjajanto, memiliki posisi politik yang berbeda dengan presiden.
Baca: Pengamat : Jokowi Bakal Dicap Inkonsisten Jika Terbitkan Perppu KPK dalam Waktu Dekat
"Bahkan pernyataan Abraham Samad yang pernah akan menangkap Presiden sebagai cermin hadirnya kekuasaan KPK tanpa batas, negara di dalam negara, ke depan tidak boleh terjadi lagi," kata Hasto Kristiyanto.
"Presiden sebagai kepala pemerintahan bertanggung jawab terhadap politik hukum dan memastikan agar keadilan ditegakkan di dalam program pemberantasan korupsi," tambahnya.
Jokowi bakal dicap inkonsisten
Pengamat politik UIN Jakarta Adi Prayitno menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus siap menerima konsekuensi dianggap inkonsisten apabila dalam waktu dekat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK.
Hal itu disebabkan sebelumnya Jokowi telah menyetujui Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Baca: Korban Mulai Berjatuhan, Jokowi Diminta Tidak Tunda Perppu KPK
Sehingga, lanjutnya, penerbitan Perppu KPK akan memperlihatkan seolah persetujuan Jokowi dilakukan tanpa kajian mendalam dan matang.
"Kalau dalam waktu ini kemudian pak Jokowi mengeluarkan Perppu, artinya pak Jokowi juga menganulir kesepakatan dia dengan DPR. Orang melihatnya kok begitu cepat pak Jokowi memutuskan perubahan sikap politiknya," ujar Adi dalam diskusi 'Demo Mahasiswa Aksi dan Substansi', di D'Consulate Cafe & Lounge, Jl Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9/2019).
"Artinya pak Jokowi ketika menyetujui Undang-Undang itu tidak dilakukan atas kajian yang mendalam dan matang. Jokowi akan dianggap inkonsisten, karena sikap konsistensi itu penting bagi seorang pemimpin," imbuhnya.
Ia menilai ajakan mantan Gubernur DKI Jakarta itu untuk bertemu dengan aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) adalah upaya membeli waktu untuk menemukan solusi.
Baca: Fadli Zon: Bila Dengar Aspirasi Mahasiswa, Presiden akan Keluarkan Perppu
"Makanya Jokowi sebenarnya melakukan dialog dengan masyarakat dan bahkan mahasiswa diajak, bagi saya ini adalah buying time untuk menemukan suatu solusi," kata dia.
"Di antara semua pihak yang selama ini berhadap-hadapan mencari mutual understanding, saling berkesepahaman sebenarnya, mencari konklusi yang bisa diterima oleh berbagai kalangan. Jadi itu yang harus dipahami," tandasnya.
PDIP beri warning ke Jokowi
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto memberi warning kepada Presiden Joko Widodo jika tetap berani mengeluarkan Peraturan Pemerintah Penggantu Undang-Undang (Perppu) berkaitan dengan UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah direvisi oleh DPR.
Bambang Wuryanto mengingatkan bahwa DPR juga memiliki kewenangan tersendiri.
"Silakan, Presiden punya pertimbangan sendiri (terbitkan perppu), ngomong dengan pembantunya sendiri (menteri). Kami anggota DPR punya otoritas sendiri," kata Bambang.
Bambang mengatakan, kalaupun harus dibatalkan, RUU yang sudah disahkan DPR mesti melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
"Saya bilang, constitusional law. Kita menyatakan kalau Anda enggak sepakat undang-undang, masuknya itu ke dalam MK, judicial review di sana, bukan dengan perppu. Clear," kata Bambang saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jum'at, (27/9/2019).
Baca: Jokowi ucap INNALILLAHI kepada 2 Korban Tewas Demo Tapi Belum Sikapi 32 Orang Tewas Rusuh Wamena
Baca: Aksi Represif Aparat atas Demonstran jadi Sorotan, Tuai Kritik dan Abaikan Instruksi Jokowi
Bambang mengatakan, apabila Presiden Joko Widodo menerbitkan perppu untuk mencabut UU KPK, maka Presiden tak menghormati DPR.
"Kalau begitu bagaimana? Ya mohon maaf, Presiden enggak menghormati kami dong? Enggak menghormati kita bersama yang sudah membahas, Presiden dengan DPR," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Sekretaris Fraksi PDIP: Jokowi Tak Hormati DPR jika Terbitkan Perppu KPK