TRIBUNNEWS.COM - Fakta sebenarnya mengenai kehadiran tokoh separatis Papua, Benny Wenda, ke Sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat.
Disisi lain, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI memberikan penjelasan terkait peraturan PBB.
Benny Wenda diketahui pernah bertemu Komisioner Tinggi HAM PBB di Jenewa, Swiss pada Januari 2019 melalui delegasi Vanuatu.
Sama seperti sebelumnya, Benny hadir ke Sidang Umum PBB bersama dengan delegasi Vanuatu.
Namun ia tidak diizinkan masuk ke ruang sidang karena PBB saat ini memiliki peraturan baru.
Baca: Catatan Mabes Polri Sebelum 1 Desember, Pertanda Gerak-gerik Benny Wenda Sesuai Prediksi
Baca: Wiranto Bilang Rusuh di Wamena Bukti Benny Wenda Cari Perhatian di Sidang PBB
Delegasi Republik Indonesia asal Papua, Nick Messet, mengatakan hanya warga resmi dari negara peserta yang bisa masuk dan hadir dalam Sidang Umum PBB.
“Kini PBB punya aturan baru, hanya warga negara resmi dari negara peserta yang bisa masuk dan hadir dalam Sidang Umum PBB,” terang Delegasi RI asal Papua, Nick Messet, melalui pesan WhatsApp, Jumat (27/9/2019) malam, dilansir Tribunnews.
“Benny Wenda cs mau masuk ruang sidang PBB dengan ikut delegasi Vanuatu tapi tidak diijinkan, karena peraturan PBB kali ini cukup keras,” tambah dia.
Messet pun menilai peraturan baru PBB bagus.
“Saya kira ini bagus sekali, peraturan PBB cukup ketat bagi setiap peserta Sidang Umum PBB,” tandasnya.
Mengutip Kompas.com, Benny diketahui berada di kafetaria sekitar kompleks PBB setelah tak diizinkan masuk ruang sidang.
Tanggapan Kemenlu RI
Terkait ditolaknya Benny Wenda saat mencoba masuk ke ruang sidang PBB melalui delegasi Vanuatu, Juru Bicara Kemenlu, Teuku Faizasyah memberikan tanggapannya.
Dilansir Kompas.com, Teuku mengatakan, secara umu, seseorang yang menghadiri Sidang Umum PBB harus terakreditasi dan resmi sebagai delegasi negara tertentu.
"Untuk seseorang menghadiri sidang (umum PBB), dirinya perlu terakreditasi dan resmi merupakan wakil atau bagian dari delegasi negara tertentu," jelas Teuku, Minggu (29/9/2019).
Baca: Polda Papua Pastikan Wamena Kondusif, Masyarakat Diimbau Tak Mudah Percaya Kabar Hoax
Baca: Pesan 2 Orang Diduga KKB kepada Pembeli Usai Tembak Mati Pemilik Kios di Ilaga Papua
Lebih lanjut, Teuku mengatakan apa yang ia jelaskan tersebut adalah mengenai kondisi umum.
"Tapi ini saya berbicara kondisi umum, tidak ada keperluan untuk memonitor aktivitas yang bersangkutan," tambahnya.
Meski begitu, Teuku menyebutkan pihak Kemenlu belum mendapatkan informasi apapun mengenai kehadiran Benny Wenda.
"Belum ada informasi (soal Benny Wenda ke sidang umum PBB)," tandas dia.
Kehadiran Benny Wenda di Sidang Umum PBB diketahui untuk mengupayakan kunjungan Komisioner HAM PBB ke Papua dan Papua Barat yang disebutnya tengah terjadi krisis kemanusiaan.
Pemerintah Indonesia menuduh Benny sebagai sosok dibalik kerusuhan di Papua dan Papua Barat beberapa waktu lalu.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengisyaratkan rangkaian kerusuhan di Papua berkaitan dengan momentum pertemuan tahunan Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, dan Sidang Umum PBB.
Namun, Benny Wenda dan Sebby Sambom, juru bicara sayap militer Pasukan Pembebasan Papua Barat, membantah tuduhan itu.
Sosok Benny Wenda
Benny Wenda lahir di Lembah Baliem dan menghabiskan masa mudanya di sebuah desa terpencil di kawasan Papua Barat.
Baca: Profil dan Rekam Jejak Paulus Waterpauw, Kapolda Papua yang Baru Gantikan Irjen Rudolf Alberth Rodja
Baca: KIB Apresiasi Keputusan Kapolri Mutasi Kapolda Riau, Papua, dan Sultra
Saat ini, Benny diketahui menjabat sebagai Ketua The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Benny Wenda mendirikan kampanye pembebasan Papua Barat pada 2004 silam di Oxford, Inggris.
Mengutip dari situs resmi Free West Papua, markas kantor kampanye pembebasan Papua Barat juga ada di Belanda, Papua Nugini, dan Australia.
Tujuan dari adanya kampanye ini adalah untuk memberikan kebebasan pada masyarakat Papua Barat untuk memilih sendiri jalan mereka melalui referendum yang adil dan transparan.
Pada 17 Juli 2019 lalu, Benny Wenda menerima penghargaan Freedom of the City dari Dewan Kota Oxford.
Terkait pemberian penghargaan pada Benny, Kemenlu mengecamnya.
"Indonesia mengecam keras pemberian award oleh Dewan Kota Oxford kepada seseorang bernama Benny Wenda, pegiat separatisme Papua yang memiliki rekam jejak kriminal di Papua," tulis Kemenlu dalam keterangan tertulis, seperti dilansir Kompas.com.
Pemerintah Indonesia menulai Dewan Kota Oxford tak memahami rekam jejak Benny Wenda yang terlibat dalam permasalahan separatisme di Papua.
Meski begitu, pemerintah Indonesia meyakini pemberian penghargaan tersebut tidak berhubungan dengan sikap pemerintah Inggris terhadap Indonesia.
"Indonesia menghargai sikap tegas Pemerintah Inggris yang konsisten dalam mendukung penuh kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia dan karenanya sikap Dewan Kota Oxford tidak punya makna apapun," jelas Kemenlu.
"Posisi Indonesia terhadap kelompok separatisme akan tetap tegas. Indonesia tidak akan mundur satu inci pun untuk tegakkan NKRI," lanjut Kemenlu.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Banjir Ambarita, Kompas.com/Deti Mega Purnamasari)