Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri membantah adanya nomor anggota polisi yang masuk dalam grup WhatsApp (WA) pelajar STM.
Diketahui, hal tersebut merujuk pada viralnya tangkapan layar nomor telepon diduga milik polisi yang masuk dalam grup WhatsApp (WA) pelajar STM di Twitter.
Dalam grup tersebut, nomor diduga milik polisi sempat menuliskan pesan dimana dirinya meminta uang bayaran sebagai upah terkait unjuk rasa yang berujung rusuh.
Kasubdit II Dirtippidsiber Bareskrim Polri Kombes Pol Rickynaldo Chairul menegaskan tidak ada anggotanya yang menjadi kreator grup WA tersebut.
Baca: Ternyata Masih Ada Ribuan Warga Jatim di Wamena Butuh Dievakuasi
Baca: Hillary Brigitta: Tak Mudah Ternyata Mengatur 500 Orang
Baca: Bocah Usia 6 Tahun Tewas Saat Dimandikan Air Panas, Alasan Sang Ayah Melakukan Sungguh Mengejutkan
"Kita lakukan pemeriksaan mendalam satu per satu nomor-nomor yang masuk nomor grup WhatsApp tersebut. (Hasilnya) Tidak ada nomor polisi, apalagi polisi sebagai kreator (grup WA anak STM/SMK), tidak ada. Saya berharap penjelasan yang kami sampaikan ini bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan netizen," ujar Rickynaldo, di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2019).
Ia pun membantah nama polisi muncul ketika nomor dari anggota grup WA tersebut dimasukkan ke aplikasi True Caller.
Menurutnya, aplikasi True Caller itu sangat tergantung dengan bagaimana kita menyimpan nomor tersebut dengan nama yang kita pilih.
"Jadi sesuai daftar kontak yang dia punya, yang masuk ke dalam situ. Misalnya saya menulis di kontak si A itu tukang ojek, saya pakai True Caller, si A nanti keluar tukang ojek padahal belum tentu aslinya dia tukang ojek," kata dia.
Baca: Rumor Tak Sedap Ruang Ganti Tottenham Hotspur: Vertonghen Dilaporkan Tiduri Istri Eriksen
Lebih lanjut, pihaknya masih mendalami nomor-nomor yang tergabung dalam grup WA tersebut.
Alasannya, banyak nomor yang hanya digunakan untuk akun WhatsApp tetapi tidak aktif providernya.
Rickynaldo juga menegaskan kepolisian akan menyelidiki kemungkinan tangkapan layar yang beredar viral itu direkayasa.
Akun yang menyebarkan isu polisi terlibat dalam grup itu pun juga akan didalami.
"Tentu akan kita lakukan pendalaman, penyelidikan lebih lanjut. Itu kan capture-an belum tentu asli, bukan live, kita lakukan pendalaman kepada capture-an yang ramai di media sosial," katanya.
KPAI bentuk tim
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membentuk tim terpadu perlindungan anak, untuk menindaklanjuti dugaan pelibatan pelajar dalam aksi unjuk rasa di sekitar Gedung DPR RI beberapa waktu lalu.
Pembentukan tim ini, bertujuan untuk menginventarisir data berupa jumlah anak terlibat aksi demo, hingga mereka yang sedang menjalani diversi alias penyelesaian perkara anak lewat proses di luar peradilan pidana.
"Disepakati membentuk tim terpadu perlindungan anak untuk menindaklanjuti terkait data anak terlibat, diversi berapa, on going proses, dan yang sedang berproses," kata Ketua KPAI Susanto usai rapat internal bersama sejumlah kementerian/lembaga, di Kantor KPAI, Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2019).
Anggota tim ini terdiri dari Kemenko Polhukam, Mabes Polri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, LPSK, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dan Pengurus Besar PGRI.
Baca: Serikat Buruh Apresiasi Langkah Anggota Dewan Terpilih yang Berjanji Salurkan Aspirasi ke Parlemen
Tim ini dikoordinatori oleh Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Nahar.
Susanto menjelaskan, semangat pembentukan tim terpadu perlindungan anak didasari pada upaya tindak lanjut segala masukan dan saran dari kementerian/lembaga berwenang, terkait keterlibatan anak-anak, baik itu pada kasus aksi demonstrasi, hingga mempelajari duduk perkara kasus dikeluarkannya 2 orang siswa dari sekolah di Purworejo.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua koordinator tim terpadu perlindungan anak, Nahar mengutarakan langkah pembentukan tim tersebut supaya memberikan kepastian data untuk memudahkan penelusuran anak-anak yang terlibat aksi demonstrasi.
"Data ini menjadi tindak lanjut upaya yang dibutuhkan. Kita ingin memastikan semua proses aktivitas bisa kita dampingi untuk menghindari persoalan yang justru merugikan," ucap dia.
"Kita berharap melalui tim terpadu ini upaya perilindungan anak bisa dilakukan sesuai perundang-undangan," imbuhnya.
Didampingi LPAI
Sejumlah pelajar yang diamankan pihak kepolisian saat mengikuti aksi yang dilakukan di Gedung DPR/MPR RI, pada Selasa (30/9/2019) telah didamping oleh Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI).
"Masih banyak (yang diamankan) tadi seharian sudah didampingi dari Komisioner LPAI," ujar Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto, saat dikonfirmasi, Rabu (2/10/2019).
Para pelajar masih dilakukan pendataan oleh pihak kepolisian. Setelah didata anak-anak ini akan dikembalikan ke rumahnya masing-masing.
Baca: Gus Fadil Ungkap Rahasia Mengapa Bawa Tiga Istrinya ke Pelantikan DPR RI
Pemulangan ini sendiri rencananya melibatkan psikolog anak, Seto Muyadi atau yang akrab disapa Kak Seto.
"Kak Seto mau ke kantor, untuk bantu urus kepulangan mereka," tutur Budhi.
Sebelumnya, polisi telah mengamankan sejumlah pelajar di trotoar jalan depan Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.
Dari sejumlah pelajar yang diamankan, terlihat adanya dua orang yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 6.