"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, utamanya masukan itu berupa perppu. Tentu saja ini kita hitung, kalkulasi," kata Jokowi.
Belakangan, sejumlah orang di lingkaran Jokowi mendorong Presiden tidak menerbitkan Perppu.
"Ya kan ada jalan yang konstitusional yaitu judicial review di MK. Itu jalan yang terbaik karena itu lebih tepat. Kalau perppu itu masih banyak pro kontranya," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (1/10/2019).
"Karena baru saja Presiden teken berlaku langsung Presiden sendiri tarik. Kan tidak bagus. Di mana kita mau tempatkan kewibawaan pemerintah kalau baru teken berlaku kemudian kita tarik. Logikannya di mana?" lanjut dia.
Kata Yasonna Laoly
Mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga tidak mendukung jika Presiden menerbitkan Perppu.
Ia beranggapan keputusan untuk merevisi UU KPK adalah hal yang sudah tepat sehingga tidak perlu ditinjau kembali apalagi dengan mengeluarkan Perppu.
“Sebaiknya jangan. Ini kan kita maksudkan untuk perbaikan governance-nya KPK,” kata Yasonna yang kini sudah menjadi anggota DPR, Rabu (2/10/2019).
Politisi partai PDI-Perjuangan ini menyarankan jika masih ingin membahas UU KPK sebaiknya melalui jalur konstitusional dan berhenti mendesak Presiden menerbitkan Perppu.
“Jangan membudayakan menekan-nekan. Sudahlah. Kita atur secara konstitusional saja,” ujar Yasonna.
Penolakan Arsul Sani
Partai-partai koalisi pendukung Jokowi juga turut menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap pembentukan Perppu.
Ketidaksetujuan itu sudah disampaikan pada Presiden oleh para ketua umum parpol dalam satu pertemuan di Istana.
Koalisi menyebut penerbitan Perppu menjadi langkah akhir yang paling final dan bisa diambil jika memang dibutuhkan. Sebelum itu, masih ada jalan konstitusional yang bisa ditempuh.