News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi UU KPK

Jokowi Disarankan Segera Keluarkan Perppu KPK

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

tolak revisi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (PUSAKA) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Pujiyono sepakat dengan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) terkait dukungan mayoritas masyarakat agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK.

Hasil survei LSI menunjukkan bahwa 76,3 persen dari responden yang mengetahui UU KPK hasil revisi, setuju Jokowi menerbitkan Perppu KPK.

"Ini menunjukkan, sebagian masyarakat tidak menyetujui perubahan tersebut. Justru dicurigai memperlemah kinerja KPK. KIarena substansinya banyak muatan memperlemah KPK," ujar pegiat antikorupsi ini kepada Tribunnews.com, Selasa (8/10/2019).

Dia menjelaskan pelemahan KPK itu terlihat dalam birokratisasi penyadapan yang melibatkan dewa pengawas.

Selain itu pegawai KPK sebagai ASN, menurut dia, akan mengurangi independensi lembaga antirasuah.

Karena itu desakan agar presiden mengeluarkan perppu untuk tida memberlakukan UU KPK hasil revisi adalah jalan tercepat.

"Meskipun masih bisa mendapat tantangan alasan urgensi dikeluarkanya perppu," jelasnya.

Menurut dia, sekarang keputusan mengeluarkan Perppu atau tidak ada di tangan Presiden Jokowi.

Baca: Gerindra Soal Naiknya Anggaran TGUPP: Kalau Masuk Akal Kita Dukung

"Sekarang kita tinggal melihat sense of crisis dari presiden berpihak kepada rakyat untuk bersama-sama melawan korupsi atau tunduk pada kekuatan oligarki dari partai politik dan pemodal," katanya.

Legislator PPP: Tak Patut Diikuti

Fraksi PPP DPR menanggapi hasil rilis Lembaga Survei Indonesia terkait mayoritas masyarakat mendukung Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu KPK.

Menurut Ketua Fraksi PPP Arsul Sani, Perppu merupakan opsi terakhir dari kemungkinan pilihan yang ada.

"Partai-partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja dan yang ada di parlemen menyampaikan bahwa Perppu itu, kalau dalam bahasa yang simpel harus jadi opsi yang paling akhir, setelah semuanya dieksplor dengan baik tentunya," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/10/2019).

Menurutnya, survei yang dirilis oleh LSI menghasilkan temuan masyarakat mendukung Perppu KPK karena sudah menjadi bahan atau topik utama di media-media nasional.

Dan menurutnya, survei bukan suatu hasil yang patut dituruti, tetapi hanya untuk dijadikan rujukan.

Sehingga, lanjut Arsul, ketika suatu survei merilis temuan adanya dorongan publik untuk presiden mengeluarkan Perppu itu bukan jadi bahan penentu.

Karena, kata dia, perlu tidaknya presiden mengeluarkan Perppu itu harus melalui kajian akademik.

"Survei itu jadi bahan pertimbangan saya kira bukan jadi bahan penentu. Menentukan UU itu tidak bisa kemudian berdasarkan hasil survei tetapi harus kajian yang sifatnya akademik kemudian melalui ruang-ruang perdebatan publik. Itulah saya kira yang harus kita pakai untuk menentukan nanti apakah jalannya legislatif review (revisi UU) atau perppu atau judicial review," ujar Sekjen PPP itu.

Meski demikan, menurut Arsul, jika pada akhirnya presiden mengeluarkan Perppu KPK, maka koalisi pendukung pemerintah tidak bisa berspekulasi terkait sikap seperti apa yang akan diambil masing-masing fraksi di DPR.

Yang jelas, kata Arsul, presiden akan kembali berkomunikasi dengan parpol-parpol pada saat ingin mengambil keputusan terkait Perppu.

"Kita tidak bisa berkalau-kalau, karena pada saat kami bertemu dengan presiden pada hari Senin malam lalu di Istana Bogor presiden belum buat keputusan. Presiden hanya sampaikan tentunya nanti beliau pada saat akan membuat keputusan akan berkomunikasi kembali dengan parpol-parpol itu aja," ucapnya.

Survei LSI tentang Perppu KPK

Hasil survei LSI menunjukkan bahwa 76,3 persen dari responden yang mengetahui UU KPK hasil revisi, setuju Presiden Jokowi menerbitkan perppu terhadap UU KPK hasil revisi.

Selain itu hasil survei LSI juga menunjukkan 70,9 persen responden yang tahu soal revisi UU KPK menganggap UU KPK hasil revisi melemahkan kinerja lembaga itu dalam memberantas korupsi.

Hal itu dipaparkan Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis temuan survei Perppu UU KPK dan Gerakan Mahasiswa di Mata Publik di Erian Hotel, Jakarta, Minggu (6/10/2019).

"Saya melihat di sini ada aspirasi publik yang kuat yang mengetahui revisi UU KPK itu bahwa karena melemahkan, implikasinya kan melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia juga. Dan untuk menghadapi itu maka menurut publik jalan keluarnya adalah perppu," kata Djayadi.

Sebelum ke pertanyaan soal perppu KPK, pada awalnya ada 1.010 responden yang ditanya apakah mereka mengetahui unjuk rasa yang mahasiswa di sejumlah daerah untuk memprotes sejumlah undang-undang dan rancangan undang-undang.

Sebanyak 59,7 persen responden mengetahuinya.

Sementara 40,3 tidak mengetahuinya. Selanjutnya, dari responden yang mengetahui, tim pewawancara LSI kembali menanyakan, "Apakah Ibu/Bapak tahu bahwa undang-undang yang ditentang mahasiswa itu adalah UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat?"

Hasilnya, 86,6 persen responden mengetahui bahwa demonstrasi mahasiswa itu salah satunya menentang UU KPK hasil revisi.

Sementara, 8,8 persen responden tidak tahu. Sisanya tidak menjawab.

Kemudian, responden yang mengetahui soal UU KPK hasil revisi itu kembali ditanyakan, "Secara umum, apakah menurut Ibu/Bapak revisi UU KPK melemahkan atau menguatkan KPK dalam memberantas korupsi?"

Sebanyak 70,9 responden menjawab UU KPK hasil revisi melemahkan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.

Kemudian, 18 persen menjawab menguatkan kinerja KPK. Sisanya tidak tahu atau tidak menjawab.

"Itu kan kewenangan presiden melakukan hal tersebut (menerbitkan perppu) meskipun kita tahu setelah perppu dikeluarkan nanti kan dibahas sama DPR apakah diterima atau ditolak, gitu. Tapi jelas data ini menunjukkan publik berada pada posisi bahwa perppu menjadi jalan keluar," ujar dia.

Dalam survei ini, LSI mengambil responden secara acak dari responden survei nasional LSI sebelumnya pada Desember 2018 hingga September 2019 yang berjumlah 23.760 orang dan punya hak pilih.

Dari total responden itu, dipilih responden yang memiliki telepon, jumlahnya 17.425 orang.

Kemudian, dari 17.425 orang tersebut dipilih sampel dengan metode stratified random sampling sebanyak 1.010 orang.

Responden diwawancarai lewat telepon pada 4-5 Oktober 2019. Adapun margin of error survei ini adalah plus minus 3,2 persen.

Artinya, persentase temuan survei bisa bertambah atau berkurang sekitar 3,2 persen.

Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen. Djayadi menegaskan, survei ini dibiaya secara mandiri oleh LSI.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini