Menurut Dedi, motif penusukannya, mereka yang terpapar radikalisme ISIS menjadikan pejabat publik dan polisi sebagai sasaran serangan.
"Ya kalau misalnya terpapar radikal ya pelaku pasti menyerang pejabat publik, utamanya aparat kepolisian yang dianggap thaghut karena kita lakukan penegakan hukum terhadap kelompok seperti itu," kata Dedi.
Baca: Dijenguk Jokowi, Wiranto Sebut Dirinya Ingin Cepat Pulang dan Segera Ikut Rapat Terbatas Lagi
Baca: Pasca-Penusukan Wiranto, Luhut: Tetap Waspada, Tapi Jangan Berlebihan
Dedi membantah pihaknya kecolongan terkait insiden penusukan Wiranto.
Saat kejadian interaksi antara Wiranto dengan masyarakat merupakan hal yang biasa terjadi.
"Tidak ada istilah kecolongan jadi interaksi pejabat publik dengan masyarakat seperti hal ya yang sudah terjadi seperti itu, bersalaman, disapa itu hal biasa," ujar Dedi.
Menurut Dedi, pengamanan yang diberikan kepada Wiranto sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) pengamanan menteri.
Sejumlah skema pengamanan telah diterapkan saat kehadiran Wiranto di Menes.
"Pengamanan tetap melekat ada pengamanan melekat (pamkat), pengamanan pengawalan (pamwal) juga sudah standar operasional sudah ada pengawalan melekat," jelasnya.
Baca: Kata Poppy Amalya soal Ekspresi Penusuk Wiranto, Perhatikan Seringai dan Genggaman Tangannya
Baca: Ini Alasan Terduga Mengapa Wiranto yang Jadi Korban Penusukan, Sudah Terpilih dan Terencana
Sementara itu, pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, target terhadap Wiranto merupakan serangan terpilih dan terencana.
"Terencana tapi enggak lama-lama banget. Mungkin sekitar sebulan dua bulan," ujar Chaidar, saat dihubungi Kompas.com, Kamis sore.
Mengapa Wiranto? Ia menduga, pelaku menganggap Wiranto sebagai public enemy.
"Profil Wiranto dianggap public enemy, sering muncul," kata dia.
Menurut Chaidar, melihat pola serangan dan senjata yang digunakan, ia juga menduga ada kaitan dengan jaringan teroris seperti dugaan polisi.
Selain itu, Chaidar juga mengungkapkan mengapa pelaku memilih senjata kunai untuk melukai Wiranto.