Kondisi Terkini Menko Polhukam Wiranto telah melewati masa kritis, masih dirawat intensif di ICU RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto telah melewati masa kritis.
Meski demikian, Wiranto masih dirawat di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.
"Membaik, saya ketemu dengan kepala rumah sakitnya, Mayjen Terawan ya. Saya berbicara banyak. Alhamdulillah membaik, sekarang dalam tahap recovery dan masa kritis sudah lewat tadi malam," ujar Mahfud seusai menjenguk Wiranto di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Mahfud menambahkan, Wiranto sedianya sudah bisa berkomunikasi, tetapi dokter masih memintanya untuk istirahat.
Baca: Video Terbaru Rekaman Penusukan Wiranto Beredar, Terekam dari Arah Depan, Total Tiga Serangan
"Di ruang ICU, tetapi beliau sudah bisa komunikasi, cuma tadi sedang istirahat. Artinya istirahat, kemudian dalam waktu tertentu bisa bicara," lanjut Mahfud.
Diberitakan sebelumnya, Wiranto ditusuk saat mampir di Alun-alun Menes, Pandeglang, setelah meresmikan Gedung Kuliah Bersama di Universitas Mathla'ul Anwar, Kamis (10/9/2019) siang.
Menurut polisi, Wiranto menderita luka di tubuh bagian depan.
Polisi mengamankan dua pelaku yang terdiri dari satu perempuan dan satu laki-laki. Keduanya berinisial SA dan FA.
Polisi menyebut pelaku terpapar radikalisme ISIS dan tengah mendalami kaitannya dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Pada Kamis kemarin Jokowi juga sudah menjenguk Wiranto di RSPAD. Jokowi menyebut Wiranto sudah sadar tapi harus menjalani operasi.
Jokowi juga memerintahkan Polri, BIN, dibantu TNI untuk mengusut tuntas kasus penyerangan Wiranto.
Pelaku penusukan saat ini sudah diamankan oleh pihak kepolisian dengan barang bukti berupa dua senjata tajam berjenis kunai.
Hasil penyelidikan sementara
Dari hasil penyelidikan sementara, Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyebut, pelaku lelaki bernama Abu Rara diduga terpapar paham radikal ISIS.
Mabes Polri juga memastikan pasangan suami istri, Abu Rara dan Fitri Andriana (FA), tergabung dalam kelompok Jamaah Anshorut Daulah (JAD) Bekasi.
"Sudah bisa dipastikan pelaku termasuk dalam kelompok JAD Bekasi," ujar Dedi.
Dedi mengungkapkan JAD Bekasi dipimpin oleh Fazri Pahlawan alias Abu Zee Ghuroba.
Abu Zee telah ditangkap oleh Densus 88 pada akhir September lalu.
"Amirnya Abu Zee yang sudah ditangkap tanggal 23 September yang lalu bersama 8 pelaku lainnya. Satu orang yang ditangkap di Jakarta Utara," tutur Dedi.
Menurut Dedi, motif penusukannya, mereka yang terpapar radikalisme ISIS menjadikan pejabat publik dan polisi sebagai sasaran serangan.
"Ya kalau misalnya terpapar radikal ya pelaku pasti menyerang pejabat publik, utamanya aparat kepolisian yang dianggap thaghut karena kita lakukan penegakan hukum terhadap kelompok seperti itu," kata Dedi.
Dedi membantah pihaknya kecolongan terkait insiden penusukan Wiranto.
Saat kejadian interaksi antara Wiranto dengan masyarakat merupakan hal yang biasa terjadi.
"Tidak ada istilah kecolongan jadi interaksi pejabat publik dengan masyarakat seperti hal ya yang sudah terjadi seperti itu, bersalaman, disapa itu hal biasa," ujar Dedi.
SOP Pengamanan
Menurut Dedi, pengamanan yang diberikan kepada Wiranto sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) pengamanan menteri.
Sejumlah skema pengamanan telah diterapkan saat kehadiran Wiranto di Menes.
"Pengamanan tetap melekat ada pengamanan melekat (pamkat), pengamanan pengawalan (pamwal) juga sudah standar operasional sudah ada pengawalan melekat," jelasnya.
Sementara itu, pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, target terhadap Wiranto merupakan serangan terpilih dan terencana.
"Terencana tapi enggak lama-lama banget. Mungkin sekitar sebulan dua bulan," ujar Chaidar, saat dihubungi Kompas.com, Kamis sore.
Mengapa Wiranto? Ia menduga, pelaku menganggap Wiranto sebagai public enemy.
"Profil Wiranto dianggap public enemy, sering muncul," kata dia.
Menurut Chaidar, melihat pola serangan dan senjata yang digunakan, ia juga menduga ada kaitan dengan jaringan teroris seperti dugaan polisi.
Selain itu, Chaidar juga mengungkapkan mengapa pelaku memilih senjata kunai untuk melukai Wiranto.
Perlu diketahui, kunai sendiri merupakan senjata ninja yang digunakan dalam pertempuran jarak dekat.
Chaidar mengatakan kunai yang notabene senjata dari Jepang, merupakan senjata yang mudah didapatkan.
"Kunai atau samurai kan banyak diproduksi di Cirebon," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (10/10/2019).
Ia menyampaikan satu cara melihat apakah kelompok radikal berafiliasi dengan ISIS atau bukan, menurutnya bisa dilihat dari senjata yang dipakai.
"Kemungkinan memang kelompok JAD, kelompok yang berafiliasi dengan ISIS. Kalau dilihat dari senjatanya pakai pisau, pakai domestic weapon, ciri ISIS."
"Pakai golok, senjata tajam, pisau dapur. Cara seperti ini sudah diperintahkan mereka 4 tahun lalu," ujar Chaidar.
Menurut Chaidar, yang dimaksudkan dengan istilah domestic weapon adalah senjata rumahan.
"Senjata yang bisa didapat di dapur misal bom panci, golok, jadi bukan yang susah-susah," ujarnya.
Sementara itu, Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Purwanto mengatakan penggunaan kunai untuk menusuk Wiranto bertujuan agar tak mudah untuk dilacak.
"Tidak sembarangan senjata karena kalau dibeli dari lokasi mana-lokasi mana mudah dilacak."
"Tapi dengan menggunakan senjata khas yang gaya sendiri untuk private di kelompok itu," ujarnya seperti dalam tayangan Kompas.tv, Jumat (10/10/2019).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mahfud MD Sebut Wiranto Lewati Masa Kritis tetapi Masih di ICU" dan Tribunnews.com dengan judul Apa Sebenarnya Motif Pelaku Menusuk Wiranto hingga Mengapa Menko Polhukam Menjadi Target?