TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani terlihat santai. Tak tampak pengawal ekstra ketat. Meski, tetap didampingi pihak keamanan dari protokoler Kementerian Keuangan dan keamanan lingkungan kampus Universitas Indonesia (UI).
Perempuan yang akrab disapa Ani ini juga terlihat, dijaga oleh sejumlah pria berbadan tegap, memakai kaos dan celana jeans.
Ia tak khawatir terkait insiden penyerangan yang menimpa Menko Polhukam Wiranto.
Menurutnya, pihak keamanan di Indonesia sudah memiliki standar baik dalam melakukan pengaman terhadap pejabat.
"Kita percaya pada pengamanan, di lembaga-lembaga pengaman Indonesia," kata Sri Mulyani usai menghadiri diskusi 'Challenges of Diversity Management in a Public Organization' di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (UI), di Kampus UI, Depok, Jawa Barat, Sabtu (12/10/2019).
Sebelumnya, melalui Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, Presiden Jokowi mengingatkan seluruh menterinya untuk selalu waspada.
Pramono menjelaskan saat Jokowi mendengar kabar Wiranto jadi korban penusukan, dirinya sedang berada bersama presiden.
"Ketika kejadian kebetulan saya sedang dengan presiden dan Pak Mensesneg. Presiden langsung memberikan arahan agar semua pejabat sekarang ini dalam kondisi seperti ini untuk dilakukan pengamanan dasar," kata Pramono Anung di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Kamis (10/10/2019).
20 Latihan Soal Matematika Kelas 5 SD BAB 4 Kurikulum Merdeka & Kunci Jawaban, Keliling Bangun Datar
Download Modul Ajar Serta RPP Seni Rupa Kelas 1 dan 2 Kurikulum Merdeka Lengkap Link Download Materi
Baca: Panglima Kodam XIV Hasanuddin Pastikan Kolonel Hendi Dipenjara 14 Hari Usai Sidang Disiplin
Pramono mengatakan pada era pemerintahan Presiden Jokowi memang banyak pejabat dan menteri yang tidak mau dikawal.
Melihat ancaman yang dialami Wiranto, para menteri diminta waspada.
"Sekarang ini banyak di era Pak Jokowi para pejabat, menteri, dan sebagainya tidak mau dikawal. Enggak mau pakai pengawalan tapi kalau melihat ini, ancaman itu riil dan ancaman ini dipersiapkan," kata Pramono.
Peristiwa di Pandeglang tersebut, lanjut Pramono memperlihatkan memang sel jaringan terori masih ada dan nyata.
Sehingga Presiden meminta Setneg dan Seskab segera mengkordinasikan pengamanan terhadap pejabat negara.
"Pengawalan tidak perlu berlebihan tapi kewaspadaan itu jadi sangat penting," katanya.
Sementara pengamanan terhadap Presiden Jokowi dipastikan tidak dilakukan penambahan, meski terdapat insiden penusukan Menko Polhukam Wiranto saat kunjungan kerja di Pandeglang, Banten.
Komandan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) Mayor Jenderal Maruli Simanjuntak mengatakan, pengamanan Presiden sudah dilakukan dengan standar menghadapi risiko tinggi, sehingga saat ini belum dilakukan penambahan personel.
Baca: Terduga Teroris Ayah dan Anak yang Ditangkap di Bali Ternyata Bagian dari Jaringan Abu Rara
"Tak perlu (penambahan), kami kan standar sudah high risk. Kalau kami enggak tahu kondisinya gimana, harusnya bisa diantisipasi," kata Maruli.
Menurutnya, Paspampres yang saat ini bertugas sudah memiliki standar operasional prosedur (SOP) dalam melakukan pengawalan Presiden.
Bahkan, Paspampres sudah melakukan pemetaan ketika Presiden menyapa masyarakat saat di Jakarta maupun daerah.
"Kami sudah hitung semua ada SOP-nya. Ya kalau kami saat dropping (datang) harusnya sudah clear, kami sudah siaga," papar Maruli.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengaku lebih waspada pascaperistiwa penusukan Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang, Banten.
"Ya saya tentu lebih alert lah pada ini, tapi jangan terlalu berlebihan juga," ujar Luhut, Jumat (11/10/2019).
Saat ditanya apakah akan ada pengamanan yang lebih ketat kepada dirinya dan menteri-menteri lain, Luhut mengatakan ada evaluasi pengamanan.
Baca: Terduga Teroris TH Sering Bertengkar dengan Ayahnya Terkait Masalah Uang
"Kami lebih hati-hati, ya sistem pengamanan kita sudah pasti lah," kata Luhut.
Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens, mengaku prihatin dan marah dengan kejadian yang menimpa Menkopolkam Wiranto.
Ditegaskan, penusukan yang dialami Wiranto oleh anggota JAD, sempalan ISIS di Indonesia, bukan perkara sederhana.
Ia pun meminta peran partai politik ikut terjun melawan tindak terorime.
Terlebih, pelaku penyerangan kepada Wiranto yakni berinisial SA alias Abu Rara (31) diketahui masuk dalam kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bekasi.
"Saya lebih peduli mengkritisi peran partai politik dalam melawan terorisme ketimbang melihat tragedi yang menimpa Pak Wiranto ini dari aspek keamanan murni," kata Boni.
Boni menyebut, partai-partai yang masih mengandalkan simbol agama sebagai alat mobilisasi politik mesti didorong untuk memiliki komitmen yang lebih besar dalam melawan terorisme.
Sebab, ia melihat selama ini hanya beberapa partai yang konsisten dan tegas melawan terorisme seperti PDIP, PKB, termasuk Golkar.
"Partai lain harus lebih serius. Bagaimana caranya? Mulai dari rekrutmen calon kepala daerah atau calon wakil rakyat, harus ada screening ideologi supaya yang terpapar radikalisme tidak ikut masuk menguasai ruang kekuasaan," ucap Boni.
Baca: Aktor Dian Sidik Cerita Pengalamannya Dulu sebagai Ajudan Wiranto
"Kejadian yang menimpa Pak Wiranto mesti menjadi bahan untuk reevaluasi protokol pengamanan VIP, termasuk presiden dan wakil presiden," katanya.
Boni mengapresiasi BIN, POLRI, dan TNI yang bekerja keras dan selalu konsisten menjaga ideology Pancasila dan NKRI.
Bahkan, sudah ada pemetaan yang komprehensif soal kelompok radikal dan kelompok teroris oleh BIN maupun Polri.
"Yang menjadi perhatian saat ini dan ke depan adalah bagaimana mekanisme diseminasi informasi dan koordinasi antaragensi itu bisa terus berjalan optimal sehingga tidak ada ruang bagi pelaku terror untuk mendelegitimasi negara atau membunuh masyarakat melalui serangan-serangan kejut," jelas Boni. (tribun network/yud/sen)