Kalau kedokteran kita sudah masuk 102 dunia.
Problemnya adalah institusinya. Nah itu yang kita belum. Oleh karena itu yang tiga sudah mantap sedang dua lainnya kami dorong bisa masuk di kelas dunia ke depan.
Tribun: Tiga perguruan tinggi itu mana saja?
M Nasir: Pertama, Universitas Indonesia (UI). Kedua, ITB (Institut Teknologi Bandung), ketiga, Universitas Gadjah Mada (UGM). Yang dua belum masuk yaitu IPB dan Univeritas Airlangga (Unair).
Baca: Seorang Waria Tiba-tiba Loncat dari Atas Jembatan Barelang, Tubuhnya Belum Ditemukan
Tribun: Dari 11 perguruan tinggi, mana yang belum maksimal?
M Nasir: Ke depan, dari 11 perguruan tinggi yang memungkinkan lolos itu IPB, Unair, ITS, Undip, USU (Universitas Sumatera Utara), dan Universitas Hasanuddin (Unhas).
Tribun: Manakala Anda tidak terpilih lagi sebagai menteri lagi, apa yang akan dititipkan untuk menteri selanjutnya?
M Nasir: Kami sudah titipan semuanya. Siapapun yang menggantikan saya sudah membuat rencana strategis untuk 2020 - 2024, kami ajukan ke Bapak Presiden.
Tribun: Hal apa saja yang menjadi hal prioritas?
M Nasir: Prioritas utama adalah bagaimana riset perguruan tinggi ini masuk kelas dunia. Risetnya harus makin meningkat, sekarang baru tercapai 34 ribu. Bagaimana caranya pada 2024 bisa mencapai 50 sampai 60 ribu.
Baca: 6 Gerakan Lantai Paling Efektif untuk Musnahkan Perut Buncit
Di tingkat Asia kita sudah masuk 10 besar. Sedang di Asia Tenggara kita sudah nomor 1. Nah ini yang harus kita dorong. Harus bekerja keras. Kedua, inovasi hilirisai dari riset itu menjadi industri.
Tribun: Kalau Anda tidak terpilih lagi apa kegiatannya?
M Nasir: Saya kan dosen, nggak jadi menteri ya kembali jadi dosen. Jabatan itu adalah amanah, saya nggak pernah ingin jadi menteri.
Ketika saya dipanggil jadi menteri, ya saya jalani. Kalau nggak jadi menteri ya kembali jadi dosen. Tidak ada sesuatu yang aneh bagi saya. Biasa saja.