MENTERI Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir tampak santai ketika ditanya peluang dirinya menjadi Kabinet Kerja Jilid II mendatang.
Manakala tidak mendapat amanah lagi, Nasir ingin kembali mengajar di perguruan tinggi sebagaimana sebelum menjadi menteri.
Meski jabatannya sebagai Menristekdikti tinggal 6 hari lagi, M Nasir membeberkan sejumlah program kerja yang belum tercapai.
Ia juga telah menitipkan pesan bagi calon menteri yang akan menempati posisi Menristekdikti pada periode ke-2 pemerintahan Presiden Joko Widodo.
M Nasir juga berbagi kisah soal prioritas di Kemenristekdikti yang terus digenjot untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.
Selain itu ia mengusulkan pembentukan Badan Riset Nasional (BRN), yang berada di bawah Kemenristekdikti.
Baca: Sulli Tulis Pesan Menyentuh di Hari Annyversary Debutnya, Eks Member F(X) Ungkap Keinginan Terdalam
Berikut petikan wawacara reporter Tribunnetwork Adhiyuda Prasetia dengan M Nasir di kantor Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Tribun: Terkait usul Badan Riset Nasional (BRN), Anda bisa jelaskan?
M Nasir: Usulan saya kepada Bapak Presiden adalah Badan Riset Nasional jangan sampai tumpang tindih. Menristekdikti ya Kepala BRN. Biar nyambung semuanya.
Saya rasa bukan dobel jabatan, karena itu korelasi yang lebih erat. Bukan berarti dobel jabatan gajinya dua lho ya.
Dalam hal ini adalah kendalinya lebih mudah, koordinasinya lebih sederhana. Saya yakin ini akan lebih baik.
Tribun: Apa saja target yang belum tercapai selama Anda menjabat?
Baca: Tangis Penyesalan Istri Kopda BD Setelah Unggah Komentar Nyinyir Soal Penikaman Wiranto
M Nasir: Yang memang yang belum adalah bagaimana mendapatkan perbandingan perguruan tinggi kelas dunia. Targetnya kan empat, tapi sampai sekarang belum tercapai.
Baru tercapai tiga. Dilihat per subjek sebenarnya kita sudah masuk 5, sebagai contoh IPB itu berdasarkan Program Studi Ilmu Pertanian dan Kehutanan masuk nomor 70 di dunia.
Kalau kedokteran kita sudah masuk 102 dunia.
Problemnya adalah institusinya. Nah itu yang kita belum. Oleh karena itu yang tiga sudah mantap sedang dua lainnya kami dorong bisa masuk di kelas dunia ke depan.
Tribun: Tiga perguruan tinggi itu mana saja?
M Nasir: Pertama, Universitas Indonesia (UI). Kedua, ITB (Institut Teknologi Bandung), ketiga, Universitas Gadjah Mada (UGM). Yang dua belum masuk yaitu IPB dan Univeritas Airlangga (Unair).
Baca: Seorang Waria Tiba-tiba Loncat dari Atas Jembatan Barelang, Tubuhnya Belum Ditemukan
Tribun: Dari 11 perguruan tinggi, mana yang belum maksimal?
M Nasir: Ke depan, dari 11 perguruan tinggi yang memungkinkan lolos itu IPB, Unair, ITS, Undip, USU (Universitas Sumatera Utara), dan Universitas Hasanuddin (Unhas).
Tribun: Manakala Anda tidak terpilih lagi sebagai menteri lagi, apa yang akan dititipkan untuk menteri selanjutnya?
M Nasir: Kami sudah titipan semuanya. Siapapun yang menggantikan saya sudah membuat rencana strategis untuk 2020 - 2024, kami ajukan ke Bapak Presiden.
Tribun: Hal apa saja yang menjadi hal prioritas?
M Nasir: Prioritas utama adalah bagaimana riset perguruan tinggi ini masuk kelas dunia. Risetnya harus makin meningkat, sekarang baru tercapai 34 ribu. Bagaimana caranya pada 2024 bisa mencapai 50 sampai 60 ribu.
Baca: 6 Gerakan Lantai Paling Efektif untuk Musnahkan Perut Buncit
Di tingkat Asia kita sudah masuk 10 besar. Sedang di Asia Tenggara kita sudah nomor 1. Nah ini yang harus kita dorong. Harus bekerja keras. Kedua, inovasi hilirisai dari riset itu menjadi industri.
Tribun: Kalau Anda tidak terpilih lagi apa kegiatannya?
M Nasir: Saya kan dosen, nggak jadi menteri ya kembali jadi dosen. Jabatan itu adalah amanah, saya nggak pernah ingin jadi menteri.
Ketika saya dipanggil jadi menteri, ya saya jalani. Kalau nggak jadi menteri ya kembali jadi dosen. Tidak ada sesuatu yang aneh bagi saya. Biasa saja.