"Namun, di sisi lain harus menampung aspirasi partai politik pengusung dan parpol di luar koalisi saat ini," tuturnya.
Lebih lanjut, Arya mengatakan memilih menteri berlatar belakang parpol sangat penting sebagai bentuk komitmen politik Jokowi.
Di sisi lain, kepastian dukungan dari parpol pendukung terus mengalir juga penting bagi kelanjutan program Jokowi agar tidak dijegal parlemen.
Arya menyebutkan Jokowi harus menguasai suara di parlemen.
Ia menerangkan jika hubungan komunikasi Jokowi dengan parpol tidak harmonis, bisa jadi program, UU atau anggaran yang diajukan eksekutif akan digagalkan di parlemen.
"Contoh UU sekaligus anggaran besar dan penting yang akan diajukan Presiden Jokowi ke depan ialah UU anggaran dan pembuatan dan pemindahan ibu kota baru Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur," jelas Arya.
"Jika gagal mendapatkan dukungan politik yang kuat dari parlemen, rencana pemindahan ibu kota itu bisa jadi gagal," tandasnya.
Baca: Dua Kader Demokrat Ini Disebut Pengamat Berpeluang Kuat Jadi Calon Menteri di Kabinet Jokowi
Baca: Tidak Dilibatkan KPK dalam Penyusunan Kabinet, Jokowi Dinilai Jaga Independensi KPK
4. Isu Prabowo dan Edhy Prabowo jadi menteri
Partai Gerindra dikabarkan mendapatkan dua kursi menteri di kabinet Jokowi jilid II.
Dilansir Tribunnews, Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dan Wakil Ketua Umum, Edhy Prabowo, diisukan akan menjadi meteri.
Informasi beredar menyebut Prabowo akan menjadi Menteri Pertahanan mengganti Ryamizard Ryacudu.
Sementara Edhy menggantikan Amran Sulaiman sebagai Menteri Pertanian.
Terkait kabar tersebut, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin pun mengamini.
"Ya mudah-mudahan, Amin, Insya Allah. Kalaulah nanti benar seperti yang kita dengar terkait kemungkinan beliau menjadi menteri pertahanan atau lain-lain, saya Alhamdulillahirobilalamin," tutur Ngabalin di Hotel Cosmo Amarossa, Jakarta Selatan, Rabu.