Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Staf pada Direktur Teknik dan Managemen Resiko PT Pelindo II (Persero) Haryadi Budi Kuncoro.
Adik Kandung mantan komisioner KPK Bambang Widjojanto (BW) itu akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II yang menjerat mantan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RJL (mantan Dirut Pelindo II Richard Joost Lino)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (21/10/2019).
Selain Hariyadi, Direktur Legal Kurnia Land A Syafrullah Alamsyah pun turut diperiksa sebagai saksi untuk tersangka yang sama.
Baca: Reaksi Berbeda Ditunjukkan Aurel, Azriel dan Arsy Saat Tahu Ashanty Derita Autoimun
Baca: 5 Cara untuk Memperkuat Hubunganmu dengan Kekasih, Biar Terus Awet Bareng Doi
Baca: Perusahaan Perkebunan Dituntut Peduli Atasi Kebakaran Lahan
Baca: Tiket Murah ke China, Rute Penerbangan Jakarta-Shanghai Tarif Mulai Rp 2 Jutaan
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan RJ Lino sebagai tersangka sejak akhir 2015. Namun penanganan kasus ini masih berjalan, meskipun KPK belum juga menahan RJ Lino hingga saat ini.
Pihak KPK mengakui adanya kesulitan dan sejumlah kendala dalam menuntaskan kasus tersebut. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan.
Salah satunya, dengan Mutual Legal Assistance (MLA) yang diajukan KPK tiga tahun lalu yang juga direspons oleh otoritas Tiongkok. MLA dengan otoritas Tiongkok ini dilakukan untuk menghitung kerugian keuangan negara akibat korupsi yang diduga dilakukan RJ Lino.
"Sebetulnya masalahnya perhitungan kerugian negara, kita mengalami hambatan, MLA sudah dikeluarkan lebih dari tiga tahun lalu tidak direspons oleh Pemerintah China," kata Ketua KPK Agus Rahardjo kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK pada Mei lalu.
Agus menyatakan, MLA dengan otoritas Tiongkok itu bertujuan untuk mendapatkan data harga unit QCC yang mana produsennya merupakan perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huangdong Heavy Machinery (HDHM).
Tak hanya itu, ketika KPK tidak mendapatkan respons positif dari otoritas Tiongkok terkait MLA, akhirnya ditempuh jalan lain untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut. Yakni, dengan meminta bantuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan harapan bantuan BPK dapat menuntaskan kasus ini.
RJ Lino diduga menyalahgunakan jabatannya dengan menunjuk langsung HDHM dari China dalam pengadaan tiga unit QCC. Pengadaan QCC tahun 2010 diadakan di Pontianak, Palembang, dan Lampung. Proyek pengadaan QCC ini membutuhkan uang sekira Rp100 miliar.