Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menilai Presiden Joko Widodo cenderung lebih berkonsentrasi pada pembangunan ekonomi yang berorientasi pada hasil.
Hal ini tercermin dari pidato Jokowi pada saat acara pelantikan presiden-wakil presiden di gedung DPR/MPR, pada Minggu (20/10/2019).
Dia mempertanyakan hilangnya visi negara hukum dan demokrasi, kosongnya semangat penghormatan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia yang dijamin konstitusi, serta tak tampak visi anti korupsi, agraria dan lingkungan hidup, serta mandat lain di Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Baca : Inikah Daftar Menteri Jokowi 2019 - 2024?Ada 2 Kelahiran Sumut di Kabinet Kerja Jilid 2, Bukan Luhut
Baca : 1 Sosok Ini Tak Kuasa Tolak Perintah Jokowi Jadi Menteri, Sebenarnya Lebih Suka Tetap Kepala Daerah
"Presiden tampak hanya konsen terhadap pembangunan ekonomi dengan berorientasi pada hasil, dan dengan tegas menyatakan tidak penting untuk melihat proses," kata Isnur, Senin (21/10/2019).
Menurut dia, pidato Jokowi tersebut menggambarkan bagaimana presiden akan menjalankan roda pemerintahan selama 5 tahun ke depan.
Dia menilai pidato presiden menempatkan manusia Indonesia tak lebih dari sumber daya, dan tidak dipandang sebagai manusia seutuhnya.
Dia memandang pernyataan itu sangat berbahaya, apalagi jika untuk mencapai tujuan dilakukan dengan cara menindas rakyat dan melanggar hak-hak warga negara yang dijamin konstitusi.
"Sebagai sebuah bangsa kita semestinya berproses belajar bersama, tumbuh bersama dan dewasa bersama. Setia kepada proses, karena hal tersebut akan memandu kita untuk selalu berada dalam koridor demokrasi, konstitusi dan pemenuhan hak asasi manusia," kata dia.
Dia memandang Omnibus Law dalam penekanan investasi dan infrastruktur seperti yang dinyatakan presiden dalam pidato pelantikan berpotensi melemahkan perlindungan lingkungan, dan mempermudah perampasan ruang hidup masyarakat dengan alasan diperlukan untuk investasi dan infrastruktur.
Baca: Keluarga Janda di Sragen Hajatan Nikahkan Anaknya, Tak Ada Tetangga yang Datang Hanya Gara-gara Ini
Terlebih, dia menambahkan, Peraturan Presiden (Perpres) soal pengadaan tanah, UU PSDN & RUU Pertanahan sudah berada pada jalur yang sama yaitu mempermudah perampasan hak-hak rakyat dengan cara mengkriminalisasi rakyat yang menolak menyerahkan aset apabila hendak digunakan untuk pembangunan dan komponen cadangan.
Baca: Tokoh Maluku: Erick Thohir Tak Sukses Pimpin TKN karena Gagal Menangkan Jokowi- Amin Secara Absolut
"Membangun ekonomi tanpa membangun demokrasi ekonomi sesuai mandat Pasal 33 UUD 1945 merupakan cara agar sistem ekonomi kapitalis, leluasa dibangun oleh oligarki. Hal itu akan berdampak terhadap kebijakan di segala bidang serta regulasi," tambahnya.