News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT KPK di Kepulauan Riau

Jaksa KPK Telusuri Aliran Uang Suap Ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang pemeriksaan saksi Johanes dan Kock Meng untuk terdakwa Abu Bakar digelar di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (25/10/2019).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada KPK mengonfrontir keterangan dari Johanes Kodrat, rekan Abu Bakar sesama nelayan, dan pengusaha Kock Meng mengenai aliran uang suap untuk Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau.

Sidang pemeriksaan saksi Johanes dan Kock Meng dilakukan untuk terdakwa Abu Bakar yang digelar di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (25/10/2019).

"Saksi yang kami panggil kembali Saudara Johanes Kodrat dan Kock Meng," kata Dody Sukmono, JPU pada KPK, dalam persidangan.

Baca: Cerita Maruf Amin Diuji Jokowi Dengan Kegiatan Padat Setelah Dilantik Jadi Wakil Presiden

Johanes dan Kock Meng sudah pernah dimintai keterangan.

Dody merasa perlu kembali meminta keterangan mereka karena merasa perlu mendapatkan penjelasan sehingga membuat perkara menjadi terang benderang.

"Penjelasan yang tegas kepada kami bahwa ada keterangan yang diterangkan oleh Kock Meng berbeda dengan saudara (Johanes,-red). Sehingga, saya meminta kembali keterangan saudara," kata dia.

Baca: Terbakar Api Cemburu, Pria di Bangkalan Pulang Dari Perantauan Lalu Bunuh Tetangganya

Dalam persidangan terungkap, selama kurun waktu September 2018-pertengahan tahun 2019, telah terjadi beberapa kali serah terima uang dari Kock Meng kepada Johanes untuk keperluan mengurus Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut.

"Pertama untuk operasional Rp 2 Juta, kedua Rp 10 juta, ketiga (pemberian,-red) pada 20 Oktober, 20 juta, (pemberian,-red) keempat pada tanggal 24 (Oktober,-red) Rp 15 juta," ungkap Kock Meng.

Namun, karena izin pemanfaatan ruang laut 6,2 hektarare belum keluar, Kock Meng mengklaim Johanes meminta uang tambahan Rp 53 Juta, dengan rincian Rp 50 juta untuk kepentingan pembuatan izin dan Rp 3 juta untuk biaya operasional.

Baca: Hasil Perempat Final French Open 2019 - Jojo dan Ginting Lengkapi 4 Wakil Indonesia di Semifinal

"Dua hari kemudian (izin terbit,-red). 5 Mei memberikan uang, tanggal 7 Mei izin dapat," ungkapnya.

Pada 22 Mei 2019, menurut Kock Meng, dia memberikan, uang senilai Rp 300 juta untuk biaya pengajuan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut yang berlokasi di Tanjung Piayu Batam dengan luas yang diajukan 10,2 hektarare

Dia menjelaskan, pemberian uang diberikan dalam bentuk Dollar Singapura.

Dia memperkirakan ada senilai total 28.500 Dollar Singapura yang diberikan kepada Johanes untuk pengurusan perizinan.

"(biaya,-red) Rp 300 juta untuk biaya 10,2 hektarare. Johanes menawarkan untuk 10,2 dengan harga Rp 300 juta ditambah fee Rp 50 juta. (dalam bentuk,-red) Dollar Singapura total 28500," ujarnya.

Sementara itu, Johanes mengklaim, hanya menerima uang dari Kock Meng, lalu, memberikan uang itu kepada Abu Bakar.

Nantinya, kata dia, Abu Bakar mengurus surat pemberian izin ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau.

"Pak Abu bilang orang dinas minta uang. Yang saya tahu, dari pak Abu orang dinas (minta uang,-red)" kata Johanes.

Pada saat dimintai keterangan di persidangan, Abu Bakar menegaskan hanya menjalankan perintah dari Johanes.
Sedangkan, kata dia, permintaan uang datang dari pihak dinas.

"Untuk keterangan saksi Johanes ini, saya menjalankan perintah Johanes. Bukan (ide pribadi,-red). Saya menjalankan perintah. Uang semua dari dia, saya tidak tahu berapa uang," katanya.

Ada pengusaha lain

 Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga masih ada pengusaha lain yang terlibat dalam kasus suap Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun.

Nurdin baru saja dijerat KPK dalam kasus suap  izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil Kepri tahun 2018-2019.

"Perda ini masih dalam proses. Itu sebab (tanah) uang diberikan ABK (Abu Bakar, swasta) (seluas) 10,2 hektare, bukan dia saja. Ada lagi (pengusaha) yang lain," sebut Basaria di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2019).

Basaria menjelaskan, pengusaha yang diduga terlibat ini memiliki kepentingan terkait reklamasi. Katanya, satu-persatu mendatangi Nurdin semata untuk memastikan ketersediaan lokasi atau tempat dalam proyek reklamasi itu.

Baca: Selain Tangkap Gubernur Kepri KPK di Rumah Dinas, KPK Juga Amankan Tas Berisi Uang

"Jadi, tiap orang dengan kepentingan datangi beliau supaya mereka dapat tempat tertentu," jelasnya.

Sebelumnya KPK menetapkan Gubernur Provinsi Kepri Nurdin Basirun sebagai tersangka dalam dua kasus. Nurdin diduga menerima suap terkait izin prinsip dan lokasi reklamasi di wilayahnya. Tak hanya itu, Nurdin juga ditetapkan sebagai tersangka penerimaan gratifikasi.

Nurdin ditetapkan sebagai tersangka suap bersama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Budi Hartono, dan seorang swasta Abu Bakar.

Nurdin diduga menerima suap sebesar Rp 45 juta dan SGD11.000 dari Abu Bakar melalui Edy.

Sedangkan untuk kasus penerimaan gratifikasi, KPK sempat mengamankan uang di rumah dinas Nurdin di antaranya SGD43.942, Rp132 juta, dan USD5.303.

Sebagai pihak yang diduga menerima suap, Nurdin disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara Edy dan Budi yang juga penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Adapun Abu Bakar selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini