TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Ma'ruf Amin, resmi mengumumkan Kabinet Indonesia Maju, sekaligus pelantikan menteri pada Rabu (23/10/2019).
Lalu disusul dengan pelantikan wakil menteri (wamen) pada Jumat (25/10/2019).
Dilansir dari kanal YouTube KOMPASTV, Senin (28/10/2019), tak hanya wajah lama, Kabinet Indonesia Maju juga diisi oleh sosok-sosok baru.
Mulai dari kalangan profesional, partai politik, mantan tim sukses, hingga relawan Jokowi.
Diketahui, 16 menteri dan anggota Kabinet Indonesia Maju berasal dari partai politik.
Sedangkan komposisi wamen, lima berasal dari profesional, lima dari partai politik, satu dari tim sukses, dan satu dari relawan.
Baca: Soal Komposisi Menteri, Golkar: Itu Hak Prerogatif Presiden
Yang menarik, partai Gerindra yang menjadi rival politik Jokowi pada Pilpres 2019 mendapat kursi menteri.
Dengan masuknya Gerindra ke dalam Kabinet Indonesia Maju, Jokowi dinilai menerapkan politik akomodatif.
Pro dan kontra mencuat, komposisi kabinet dinilai syarat dengan kompromi namum Jokowi berdalih tengah mengusung demokrasi gotong royong.
Jokowi mengatakan ingin membangun demokrasi gotong royong dengan menarik Partai Gerindra, yang merupakan oposisi pada Pilpres 2019, ke dalam pemerintahannya.
Menurutnya, langkah ini baik untuk demokrasi di Indonesia.
Ia juga mengatakan proses kematangan demokrasi Indonesia menuju koridor yang lebih baik.
Baca: Amien Rais Belum Ingin Kritik Kabinet Indonesia Maju, Ogah Restui Prabowo Jadi Menteri Jokowi
Mengajak Gerindra masuk ke dalam kabinetnya disebut Jokowi sebagai upaya untuk membangun demokrasi gotong royong.
"Ya kita ini pengin membangun sebuah demokrasi gotonng royong, jadi perlu saya sampaikan bahwa di indonesia ini tidak ada yang namanya oposisi kayak di negara lain, kalau itu baik untuk negara, baik untuk bangsa, ya kenapa tidak," tutur Jokowi dilansir dari Kanal YouTube Sekretariat Presiden yang dipublikasikan pada Kamis (24/10/2019).
Hal sama diungkapkan oleh politisi partai Gerindra Miftah Sabri, menurutnya pengangkatan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto adalah cermin dari gotong royong.
"Gotong royongnya adalah Pak Prabowo yang diangkat pada posisi Menhan, itu memang keahliannya. jadi karena keahliannya disana diletakkan pada tempatnya," tutur Miftah dilansir dari kanal Youtube KOMPASTV, Senin (28/10/2019).
Baca: Janji Memangkas Birokrasi, Jokowi Justru Lantik 12 Wakil Menteri, Kabinet Dinilai Terlalu Gemuk
Hal berbeda dikatakan oleh Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menurutnya, yang harus dipastikan adalah pemerintah yang terpilih bertanggung jawab pada para pemilihnya atau pada masyarakat.
Ia menambahkan, untuk memastikan sebuah kekuasaan bertanggung jawab pada pemilihnya dibutuhkan oposisi di mana pun, tidak pandang di luar negeri atau di Indonesia.
Lebih lanjut ia menjelaskan, sejarah di Indonesia menunjukkan oposisi sangat dibutuhkan, tanpa oposisi yang terjadi adalah demokrasi terpimpin Soekarno yang belakangan dinilai otoriter.
"Gotong royong itu artinya bekerja bersama tidak harus bekerja dalam satu kekuasaan pemerintahan yang sama. Mengkritik pemerintahan, menjadi oposisi pemerintahan, mempertanyakan ajuan anggaran, mempertanyakan kebijakan, itu bagian dari kerjasama," tutur Usman dilansir kanal Youtube KOMPASTV, Senin (28/10/2019).
(Tribunnews/Nanda Lusiana Saputri)