TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah resmi menaikkan tarif iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mulai awal tahun depan.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Lalu mungkinkah akan ada kenaikan mutu dan kualitas layanan kesehatan?
Dilansir dari unggahan YouTube TvOneNews, Selasa (29/10/2019), Wadir Medis RS Harapan Jayakarta Adisti Indah Lestari mengatakan, pihaknya lebih mengadakan sosialisasi ke masyarakat sekitar serta Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sebagai persiapan.
Tujuannya agar masyarakat tahu kenaikan tarif iuran BPJS memang untuk peningkatan layanan.
"Kami juga akan sosialisasi baik itu keluarga maupun masyarakat yang ada di sekitar kami ini, semoga tarif ini dapat menutupi segala klaim yang belum terbayarkan pemerintah atau BPJS khususnya. Untuk pelayanan kami tidak ada perbedaan baik itu untuk BPJS mandiri ataupun BPJS dari subsidi pemerintah, kami lakukan pelayanan sama ke mereka," ujar Wadir Medis RS Harapan Jayakarta.
Sementara itu, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas menegaskan, pemerintah senantiasa berhati-hati dalam menerbitkan Perpres tersebut.
"Tentu kalau kita bicara program JKN sudah jalan 6 tahun, pemerintah berhati-hati ketika memutuskan menerbitkan Perpres Nomor 75 ini hal lebih yang besar, kepentingan yang lebih besar untuk masyarakat," ungkapnya.
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, Berdampak Peningkatan Pelayanan Kesehatan?
Iqbal berharap, program JKN tak berhenti begitu saja dengan imbas tak ada jaminan kesehatan bagi masyarakat.
Pemerintah ingin memastikan program ini tetap berjalan dan tentu dengan kecukupan soal pembiayaan yang memang harus di tanggung oleh masyarkat.
Opsi soal kemampuan masyarakat untuk mengikuti program ini dalam hal memilih kelas berapa yang akan digunakan sesuai dengan kemampuan.
Dalam program JKN, tidak ada perbedaan manfaat medis di kelas I, II, dan III
Baca: Presiden Jokowi Resmi Menaikkan Tarif Iuran BPJS Kesehatan Mulai 1 Januari 2020
Perbedaan yang ada bukan dari medis tetapi dari non medis.
Harapan pemerintah, Perpres ini akan menjadi solusi permanen jangka panjang pembiayaan program.
"Disisi lain sebenarnya tidak menutup kemungkinan kalau memang tidak ada kemampuan untuk membayar, bisa bergeser untuk mendapatkan pelayanan yang memang iurannya dibantu oleh Pemerintah,"ujar Kepala Humas BPJS Kesehatan.
Ketakutan bahwa nanti tidak memiliki kemampuan bayar, perubahan iuran pun menyasar orang yang sebenarnya memiliki kemampuan, kalau benar tidak memiliki kemampuan masuk dalam skema penerima bantuan iuran.
"Kalau sekarang merasa berat di kelas I bisa coba di kelas II misalkan, tetapi bukan bicara tentang manfaat medis, manfaat medis hal yang sama. Rumah sakit atau fasilitas kesehatan akan melayani sesuai dengan kompetensi dokternya di situ," pungkasnya.
Kenaikkan iuran berlaku untuk semua kelompok peserta baik peserta penerima bantuan iuran maupun peserta mandiri.
Baca: Iuran Naik, Setengah Peserta BPJS Kesehatan Berpotensi Non Aktif
Tak tanggung-tanggung bagi peserta bukan penerima upah atau peserta mandiri kelas I dan II iuran BPJS kesehatan naik hingga 100%.
Untuk peserta Kelas I iuran naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu, peserta Kelas II menjadi Rp 110 ribu yang sebelumnya Rp 51 ribu, dan untuk kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu perjiwa.
Sementara untuk penerimaan bantuan naik dari Rp 23 ribu menjadi Rp 42 ribu per peserta yang di daftarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pemerintah melalui kementerian keuangan menyatakan penyesuaian tarif menjadi opsi terakhir sebagai upaya mengatasi defisit BPJS Kesehatan yang terus meningkat.
Sebelumnya layanan masyarakat yang sudah naik adalah tarif tol kemudian disusul kenaikan layanan BPJS mulai 1 Januari 2020.(*)
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)