Lebih lanjut Dirjen Vivien Ratnawati hingga 30 Oktober 2019, ratusan kontainer impor limbah non B3 yang yang masuk ke wilayah Indonesia melalui sejumlah pelabuhan yaitu Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Batu Ampar, Pelabuhan Tanjung Priok dan di Kawasan Berikat Banten telah ditahan oleh Bea dan Cukai setempat.
Melalui hasil pemeriksaan bersama antara KLHK dengan Bea Cukai, teridentifikasi bahwa kontainer yang berisi limbah non B3 tersebut sebagian terkontaminasi Limbah B3 dan/atau tercampur sampah.
“Hal ini tentu saja menjadi sorotan serius dan mengkhawatirkan karena jika hal ini tidak segera dicegah dan ditangani maka Indonesia hanya akan menjadi tempat sampah bagi Negara lain. Hal ini dapat mengakibatkan wilayah Indonesia akan terbebani dari limbah dan sampah serta residu yang dihasilkannya sehingga berdampak pada menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan,” papar Vivien.
Ditegaskan Vivien, tidak diperbolehkannya masuknya sampah ke wilayah Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan larangan tentang masuknya limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) ke Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Merujuk pada undang-undang tersebut diatas, lanjut Vivien, maka tidak diperbolehkan memasukkan limbah dan sampah ke dalam wilayah NKRI. Pengecualiannya diberlakukan untuk limbah yang diatur oleh perundang-undangan lainnya.
Melalui Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non B3 yang saat ini sudah akan diterbitkan peraturan baru penggantinya, maka \diperbolehkan untuk impor 6 komoditi limbah non B3 ke dalam wilayah NKRI, yaitu berupa skrap logam, kertas, plastik, kaca, karet dan tekstil.
“KLHK sendiri secara serius menangani permasalahan importasi limbah non B3 yang tercampur sampah dan/atau limbah B3 tersebut. Berbagai upaya dilakukan baik yang sifatnya langsung dalam menangani pemeriksaan kontainer maupun upaya preventif lainnya seperti memperketat prosedur evaluasi terhadap fasilitas pengelolaan limbah importir dan neraca massa penggunaan bahn baku dan limbah yang dihasilkan,”ujar Vivien
Selain itu ungkap Vivien, KLHK juga mendukung direvisinya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor imbah Non B3 serta perbaikan dalam tata kelola sampah dalam mendukung penyediaan bahan baku industri dalam negeri.
Hal ini juga katanya, sejalan dengan Kebijakan Presiden RI Joko Widodo pada Rapat Terbatas Kabinet pada tanggal 27 Agustus 2019 yang menyatakan agar memaksimalkan potensi sampah yang ada di dalam negeri untuk kebutuhan bahan baku, mempercepat penyelesaian regulasi yang dibutuhkan untuk memperbaiki tata kelola impor sampah dan limbah, menegakkan aturan dan pengawasan secara ketat dan pengambilan langkah tegas atas pelanggaran dilapangan, serta melakukan koordinasi antara menteri terkait agar tidak terjadi perbedaan pandangan yang dapat menghambat penanganan importasi. (*)