Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi NasDem Arkanata Akram berharap bahwa tim ekonomi kabinet Jokowi-Ma'ruf, mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan program dalam lima tahun ke depan.
Presiden menurutnya memilih tim ekonomi di kabinet karena yakin mampu menggerakkan geliat ekonomi ke depannya.
"Saya kira pak Jokowi yang juga sudah pernah menjadi Presiden sebelumnya dari 2014-2019 juga memiliki pengalaman yang cukup, pengalaman yang juga tidak bisa dikatakan sedikit, sehingga dia sudah tahu permasalahan apa saja yang akan dihadapi," kata Akram dalam diskusi Kabinet Indonesia Maju dan PR Bangsa, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, (30/10/2019).
Baca: Sedang Berlangsung Live Streaming Chelsea vs Man United, Live Mola TV, Ini Susunan Pemainnya
Baca: Liverpool dan Manchester United Tertarik Gaet Jadon Sancho
Baca: Hamli: Integrasi Nilai-nilai Agama dan Budaya di Sekolah Menumbuhkan Harmoni Kebangsaan
Menurutnya tim ekonomi Kabinet Indonesia Maju tidak bisa santai, Presiden yang memiliki tekad pertumbuhan ekonomi pasti akan menilai kinerja para menteri-menterinya apabila tidak sesuai dengan harapan.
"Itu menjadi hak prerogatif Presiden, sehingga kita kembalikan lagi ke presiden. Tugas kami saat ini adalah selalu mendukung,” ungkap Akram.
Sementara itu, Pengamat politik CSIS Arya Fernandez menilai bahwa tidak menutup kemungkinan perombakan kabinet atau "reshuffle" terjadi di kepemimpinan kedua Jokowi. Alasannya Presiden ingin memaksimalkan kerja pemerintahan untuk mencapai target pembangunan.
"Reshuffle itu mungkin terjadi karena terkait evaluasi dengan begitu kita butuhkan satu lembaga kepresidenan yang kuat," kata Arya.
Bahkan menurutnya, bisa saja presiden melakukan reshuffle di tahun pertama pemerintahan. Seperti yang terjadi padaperiode lalu yang mana presiden melakukan reshuffle jilid pertama pada 2015.
"Kalau kita lihat jejak apa yang terjadi di priode pertama, Pemerintahan Jokowi melakukan tiga kali reshuffle, tahun 2015, masuknya Golkar ada di 2016 dan di 2018, tiga kali seingat saya," ujar Arya.
Apalagi ia menilai kompoisi kabinet Indonesia Maju yang baru saja dibentuk lebih kepada untuk mengakomodasi kepentingan Parpol. Dalam artian keinginan presiden untuk menyusun kabinet yang benar-benar kokoh terhalang kepentingan Parpol.
“Itu terkendala karena presiden harus melakukan akomodasi yang sangat besar ke partai-partai dan tidak hanya ke partai-partai pendukung pemerintah tapi juga kepada partai partai yang menjadi rivalnya,” ungkap Arya.
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai tim ekonomi perlu diberi waktu untuk membuktikan kinerja, yang nantinya dapat diukur dengan indikator-indikator ekonomi, di antaranya data neraca perdagangan.
“Jadi kalau 100 hari ke depan neraca perdagangan kita tidak membaik dan justru memburuk, defisit perdagangan kita memburuk, maka ini akan menjadi evaluasi untuk melakukan reshuffle kabinet ke depan,” pungkasnya.