Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir saat ini tengah mengurus administrasi pembebasannya dari Rumah Tahanan (Rutan) K4 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (4/11/2019).
Sofyan Basir diketahui divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta atas perkara dugaan pembantuan kesepakatan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 (PLTU MT Riau-1).
Di Hadapan Ketua KPK, Kapolri Idham Azis Janji Tuntaskan Kasus Novel Baswedan
Soesilo Aribowo, kuasa hukum Sofyan Basir membeberkan rencana mantan Direktur Utama BRI itu setelah keluar dari Rutan K4.
"Saya kira mesti menenangkan pikirkan dulu. Saya kira kembali lah ke rumah dulu, istirahat dulu mungkin baru memikirkan hal-hal langkah selanjutnya," ujar Soesilo di depan pintu masuk Rutan K4 KPK, Jakarta Selatan, Senin (4/11/2019).
Baca: Cerita Lengkap Layangan Putus Part 1 dan Part 2 Serta Kabar Adanya Bocoran Part 3 dari Mommy ASF
Sebagaimana diketahui, Sofyan Basir telah mendekam di dalam Rutan K4 selama 6 bulan.
Ia ditahan KPK sejak Senin (27/5/2019).
Soesilo melanjutkan, pihak keluarga Sofyan Basir juga sudah menanti kebebasan Sofyan.
"Iya istri dan keluarga (sudah datang), sudah menanti. Dia (Sofyan Basir) ingin segera kembali ke rumah, istirahat dulu," ujar Soesilo.
Berdasar pantauan, sejumlah tim kuasa hukum Sofyan telah menunggu di depan Rutan KPK.
Istri dan keluarga juga terlihat menunggu Sofyan yang akan segera menghirup udara bebas.
Atas putusan bebas Sofyan Basir, KPK saat ini sedang menyusun strategi.
Salah satunya dengan mempertimbangkan mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung.
Menanggapi hal ini, Soesilo menyatakan kesiapan pihaknya menghadapi langkah hukum KPK.
Hadiri Jamuan Makan Siang KTT ASEAN, Jokowi Suarakan Isu Pengiriman Ilegal Sampah Berbahaya |
Apalagi, kata Soesilo, dalam proses Kasasi tidak lagi berbicara mengenai fakta hukum, melainkan hanya penerapan hukumnya.
"Kalau bebas murni kasasi. Kita siap saja. Kan kasasi itu bukan soal fakta lagi yang dipersoalkan tapi penerapan hukumnya," ujar Soesilo.
Dua pertimbangan majelis hakim
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mengungkapkan sejumlah pertimbangannya sebelum memutus bebas terdakwa kasus pembantuan suap proyek PLTU Riau-1 sekaligus mantan Direktur Utama PT PLN Persero Sofyan Basir.
Dalam pertimbangannya, pada pokoknya terdapat dua hal yang dijadikan dasar putusan tersebut.
Di Hadapan Ketua KPK, Kapolri Idham Azis Janji Tuntaskan Kasus Novel Baswedan
Pertama, Majelis Hakim Tipikor dalam pertimbangannya menyatakan bahwa berdasarkan keterangan terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih dan Johannes Budi Sutrisno Kotjo, Sofyan tidak terbukti membantu terjadinya pemberian suap antara Kotjo dan Eni sebagaimana yang didakwakan Jaksa KPK kepadanya.
Majelis Hakim juga menyatakan Sofyan basir tidak mengetahui adanya pembagian fee secara bertahap dari Kotjo ke Eni tersebut.
Hal itu diungkapkan Hakim Anggota Anwar dalam sidang putusan Sofyan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (4/11/2019).
"Menimbang, bahwa sejalan apa yang disampaikan Eni Maulani Saragih dan Johannes Budi Sutrisno Kotjo yang juga perkaranya, sudah diputus pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, bahwa terdakwa Sofyan Basir tidak mengetahui penerimaan fee secara bertahap tersebut," kata Anwar.
Kedua, dalam pertimbangannya Majelis Hakim juga menyatakan beberapa pertemuan terkait percepatan proyek PLTU Riau-1 di sejumlah tempat yang melibatkan Sofyan, Eni Maulani Saragih, Setya Novanto, Direktur Perencanaan Strategis II PLN Supangkat Iwan Santoso, dan Johannes Budisutrisno Kotjo bukan titipan Kotjo dan Eni ataupun keinginannya sendiri.
Namun, menurut Majelis Hakim, percepatan Proyek tersebut sudah sesuai dengan Program Nasional yang diatur dalam Peraturan Presiden nomor 14 tahun 2017 tentang percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.
Terlebih, menurut Majelis Hakim, berdasarkan fakta persidangan diketahui selama pertemuan Sofyan selalu mengajak Supangkat karena dianggap paling paham mengenai proyek tersebut.
Selain itu juga diketahui kehadiran Sofyan bersifat pasif.
"Jelas percepatan bukan keinginan terdakwa Sofyan Basir ataupun Johannes Budisutrisno Kotjo. Hal ini sesuai proyek ketenagalistrikan merupakan program nasional dan berdasarkan Peraturan Presiden nomor 14 Tahun 2017 tentang percepatan pembanguan infrastruktur ketenagalistrikan," jelasnya.
Atas dasar hal tersebut, maka Majelis Hakim menyatakan dalam pertimbangannya bahwa Sofyan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perbantuan sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan pertama dan kedua.
"Menimbang terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perbantuan sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan pertama dan kedua maka terdakwa Sofyan Basir harus dibebaskan dari dakwaannya," kata Anwar.
Anggota Majelis Hakim tersebut antara lain Anwar, Hastopo, Saifuddin Zuhri, dan Wugo.
Sedangkan yang bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim adalah Hariono.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan mantan Dirut PT PLN Persero Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam kasus dugaan suap PLTU Riau-1.
Majelis hakim juga membebaskan Sofyan Basir dari segala dakwaan.
"Mengadili. Menyatakan Saudara Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan. Membebaskan Sofyan Basir dari segala dakwaan," kata Ketua Majelis Hakim Hariono di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (4/11/2019).
Karenanya, Majelis Hakim juga memerintahkan agar Sofyan segera dibebaskan dari tahanan.
"Memerintahkan terdakwa Sofyan Basir segera dibebaskan dari tahanan," kata Hariono.
Selain itu Majelis Hakim juga memerintahkan kepada jaksa agar memulihkan harkat dan martabatnya serta membuka blokir terhadap rekening Sofyan, keluarganya, serta pihak-pihak terkait.
Diberitakan sebelumnya, dalam sidang dakwaan pada Senin (24/6/2019), Sofyan didakwa terlibat dalam pemufakatan jahat dan membantu terjadinya tindak pidana korupsi dalam kasus dugaan suap terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Sofyan didakwa membantu memfasilitasi mantan Anggota DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham untuk menemui dan menerima suap Rp 4,75 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Sofyan terkejut ketika Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Sofyan dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta pada Senin (7/10/2019) lalu.
Meski begitu, ia mengaku merasa ada kejanggalan sejak penggeledahan di rumahnya beberapa waktu lalu sebelum ia ditetapkan sebagai tersangka.
Johan Budi kepada KPU: Pasal atau Ayat dalam PKPU Harus Jelas, Jangan Multitafsir
Penggeledahan yang ia maksud adalah penggeledahan rumahnya di kawasan Bendungan Hilir Jakarta pada Minggu (15/7/2019)
Sementara itu, Sofyan, dalam pembelaan prbadinya di persidangan pada Senin (21/10/2019) membantah dirinya terlibat dalam kasus suap PLTU Riau-1.