News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Suap Proyek PLTU Riau 1

Vonis Bebas Sofyan Basir, DPR Minta KPK Lebih Berhati-hati Tetapkan Tersangka

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Dirut PLN, Sofyan Basir meninggalkan Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, di Jakarta Selatan, Senin (4/11/2019) petang. Sofyan Basir resmi bebas dari tahanan KPK usai Majelis Hakim Pengadilan Tipikor memvonis bebas Sofyan Basir terkait kasus proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Tribunnews/Irwan Rismawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pimpinan Komisi VII DPR RI meminta semua pihak menghormati vonis bebas mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.

"Semua pihak tentu harus menghormati putusan ini," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Gerindra, Gus Irawan Pasaribu kepada Tribunnews.com, Selasa (5/11/2019).

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mengungkapkan sejumlah pertimbangannya sebelum memutus bebas terdakwa kasus pembantuan suap proyek PLTU Riau-1 sekaligus mantan Direktur Utama PT PLN Persero Sofyan Basir.

Bercermin pada vonis bebas Sofyan Basir, Politikus Gerindra ini memberikan catatan agar institusi hukum yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih berhati-hati dalam menetapkan tersangka.

"Kedepannya agar institusi hukum agar berhati-hati menetapkan seseorang sebagai tersangka," jelas Gus Irawan.

Dua Pertimbangan Pokok Majelis Hakim

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mengungkapkan sejumlah pertimbangannya sebelum memutus bebas terdakwa kasus pembantuan suap proyek PLTU Riau-1 sekaligus mantan Direktur Utama PT PLN Persero Sofyan Basir.

Dalam pertimbangannya, pada pokoknya terdapat dua hal yang dijadikan dasar putusan tersebut.

Baca: Tanggapan Istana Tentang Vonis Bebas Mantan Dirut PLN Sofyan Basir

Pertama, Majelis Hakim Tipikor dalam pertimbangannya menyatakan bahwa berdasarkan keterangan terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih dan Johannes Budi Sutrisno Kotjo, Sofyan tidak terbukti membantu terjadinya pemberian suap antara Kotjo dan Eni sebagaimana yang didakwakan Jaksa KPK kepadanya.

Majelis Hakim juga menyatakan Sofyan tidak mengetahui adanya pembagian fee secara bertahap dari Kotjo ke Eni tersebut.

Hal itu diungkapkan Hakim Anggota Anwar dalam sidang putusan Sofyan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (4/11/2019).

"Menimbang, bahwa sejalan apa yang disampaikan Eni Maulani Saragih dan Johannes Budi Sutrisno Kotjo yang juga perkaranya, sudah diputus pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, bahwa terdakwa Sofyan Basir tidak mengetahui penerimaan fee secara bertahap tersebut," kata Anwar.

Kedua, dalam pertimbangannya Majelis Hakim juga menyatakan beberapa pertemuan terkait percepatan proyek PLTU Riau-1 di sejumlah tempat yang melibatkan Sofyan, Eni Maulani Saragih, Setya Novanto, Direktur Perencanaan Strategis II PLN Supangkat Iwan Santoso, dan Johannes Budisutrisno Kotjo bukan titipan Kotjo dan Eni ataupun keinginannya sendiri.

Namun, menurut Majelis Hakim, percepatan Proyek tersebut sudah sesuai dengan Program Nasional yang diatur dalam Peraturan Presiden nomor 14 tahun 2017 tentang percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.

Terlebih, menurut Majelis Hakim, berdasarkan fakta persidangan diketahui selama pertemuan Sofyan selalu mengajak Supangkat karena dianggap paling paham mengenai proyek tersebut.

Baca: Sofyan Basir Bebas dan Disebut Tak Bersalah, Arteria Dahlan: Ini Cambuk bagi KPK agar Hati-hati

Selain itu juga diketahui kehadiran Sofyan bersifat pasif.

"Jelas percepatan bukan keinginan terdakwa Sofyan Basir ataupun Johannes Budisutrisno Kotjo. Hal ini sesuai proyek ketenagalistrikan merupakan program nasional dan berdasarkan Peraturan Presiden nomor 14 Tahun 2017 tentang percepatan pembanguan infrastruktur ketenagalistrikan," jelasnya.

Atas dasar hal tersebut, maka Majelis Hakim menyatakan dalam pertimbangannya bahwa Sofyan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perbantuan sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan pertama dan kedua.

"Menimbang terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perbantuan sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan pertama dan kedua maka terdakwa Sofyan Basir harus dibebaskan dari dakwaannya," kata Anwar.

Anggota Majelis Hakim tersebut antara lain Anwar, Hastopo, Saifuddin Zuhri, dan Wugo.

Sedangkan yang bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim adalah Hariono.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan mantan Dirut PT PLN Persero Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam kasus dugaan suap PLTU Riau-1.

Majelis hakim juga membebaskan Sofyan Basir dari segala dakwaan.

"Mengadili. Menyatakan Saudara Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan. Membebaskan Sofyan Basir dari segala dakwaan," kata Ketua Majelis Hakim Hariono di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (4/11/2019).

Karenanya, Majelis Hakim juga memerintahkan agar Sofyan segera dibebaskan dari tahanan.

"Memerintahkan terdakwa Sofyan Basir segera dibebaskan dari tahanan," kata Hariono.

Selain itu Majelis Hakim juga memerintahkan kepada jaksa agar memulihkan harkat dan martabatnya serta membuka blokir terhadap rekening Sofyan, keluarganya, serta pihak-pihak terkait.

Diberitakan sebelumnya, dalam sidang dakwaan pada Senin (24/6/2019), Sofyan didakwa terlibat dalam pemufakatan jahat dan membantu terjadinya tindak pidana korupsi dalam kasus dugaan suap terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

Baca: Lima Pimpinan KPK Sudah Berunding Bahas Vonis Bebas Sofyan Basir

Sofyan didakwa membantu memfasilitasi mantan Anggota DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham untuk menemui dan menerima suap Rp 4,75 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.

Sofyan terkejut ketika Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Sofyan dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta pada Senin (7/10/2019) lalu.

Meski begitu, ia mengaku merasa ada kejanggalan sejak penggeledahan di rumahnya beberapa waktu lalu sebelum ia ditetapkan sebagai tersangka.

Penggeledahan yang ia maksud adalah penggeledahan rumahnya di kawasan Bendungan Hilir Jakarta pada Minggu (15/7/2019)

Sementara itu, Sofyan, dalam pembelaan prbadinya di persidangan pada Senin (21/10/2019) membantah dirinya terlibat dalam kasus suap PLTU Riau-1.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini