News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dewan Pengawas KPK

Jokowi Harus Terbitkan Perppu untuk Jaga Independensi Penyidik KPK

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Peneliti dari Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan terganggu akibat peralihan pegawai lembaga antirasuah, termasuk penyidik, menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Apalagi merujuk kepada sejarah beberapa lembaga penegak hukum, dia menjelaskan, birokratisasi penegak hukum di bawah eksekutif membuat penegakan hukum rentan diintervesi.

"Presiden Jokowi harus belajar dari sejarah tidak pulihnya lembaga-lembaga penegak hukum karena ada kontribusi pencaplokan dari pihak eksekutif," ujar Erwin kepada Tribunnews.com, Rabu (6/11/2019).

Dia mengingatkan, Jokowi harus paham, mahkota dari KPK adalah independensi.

Tanpa adanya independensi, dia menegaskan, KPK rentan menjadi alat politik eksekutif untuk menghantam lawan-lawan politiknya.

Baca: Jaksa: Bowo Sidik Akui Perbuatan Suap dan Gratifikasi

Karena itu dia mendorong Jokowi untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan UU KPK hasil revisi.

"Untuk itu Presiden Jokowi harus terbitkan Perppu. Perrpu adalah kunci untuk menjaga marwah pemberantasan korupsi," tegas Erwin.

Kata KPK Soal Peralihan Status Pegawai KPK Jadi PNS

KPK menyatakan peralihan pegawai lembaga antirasuah, termasuk penyidik, menjadi PNS akan mengganggu independensi.

Perubahan status tersebut diyakini akan memberikan dampak dan risiko negatif bagi proses hukum yang dilakukan KPK.

"Kalau seorang penyidik yang berstatus sebagai PNS, misalnya ketika dia sedang menangani sebuah kasus, dapat dipindahkan dengan mudah dan tidak ada prosedur yang memastikan adanya independensi, itu justru berbahaya," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (6/11/2019).

Febri pun mempertanyakan alasan dari peralihan status kepegawaian, yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan UU KPK.

Ia mengatakan, peralihan status kepegawaian ini dapat menimbulkan dugaan adanya upaya untuk mengontrol KPK oleh instansi lain.

Baca: Kuasa Hukum I Nyoman Dhamantra Minta Bukti CD KPK Diputar di Sidang Praperadilan

"Perlu diingat, ketika KPK sedang menangani perkara, penyidik bisa memeriksa menteri, anggota DPR, DPRD, pengusaha besar, dan orang yang punya jabatan strategis dan berpengaruh pada aspek kepegawaian," kata dia.

Karena itu, KPK menekankan agar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo, serta pihak lain yang berwenang, dapat memastikan independensi para pegawai KPK terjaga meski berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara.

"Kalau tidak ada kepastian terkait hal ini, bukan tidak mungkin akan jadi persoalan yang baru. Dan kami juga sudah berkomunikasi dengan Kementerian PAN-RB, mereka bilang memastikan soal status kepegawaian itu," kata Febri.

Dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan UU KPK, amanat pengangkatan pegawai KPK menjadi ASN tertuang dalam Pasal 69 B dan 69 C.

Dalam Pasal 24 UU KPK yang baru, juga disebutkan bahwa pegawai KPK merupakan anggota Korps Profesi Pegawai ASN sesuai ketentuan perundang-undangan.

Menpan-RB Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya telah menghimpun berbagai masukan untuk melaksanakan hal tersebut.

Baca: Pengamat: Jokowi Harus Tunggu Putusan MK

Bagi dia, perubahan status tersebut akan memberikan kemudahan bagi karier para pegawai, karena dapat berpindah tugas ke kementerian atau lembaga lainnya.

"Kan enak jadi PNS, jadi pegawai KPK bisa tugas di kementerian/lembaga yang lain. Tidak hanya tugas di satu lembaga saja. Dia bisa muter di mana-mana," ujar Tjahjo.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini