KPK beri fasilitas Polda Sultra usut dana desa fiktif
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi Polda Sulawesi Tenggara terkait penanganan kasus dugaan korupsi desa fiktif.
Perkara yang ditangani itu terkait dugaan tindak pidana korupsi membentuk atau mendefinitifkan desa-desa yang tidak sesuai prosedur alias desa fiktif.
Baca: Jokowi Siapkan 5 Calon Dewan Pengawas KPK, Juru Bicara Jokowi: Tidak Secara Khusus Disebutkan
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pembentukan desa-desa fiktif itu menggunakan dokumen yang tidak sah sehingga membuat keuangan negara atau daerah rugi atas Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).
Desa fiktif itu di dikelola beberapa desa di Kabupaten Konawe Tahun Anggaran 2016-2018.
“Diduga ada 34 desa yang bermasalah, tiga desa di antaranya fiktif, sedangkan 31 desa lainnya ada, akan tetapi SK Pembentukannya dibuat dengan tanggal mundur, sementara pada saat desa tersebut dibentuk sudah ada moratorium dari Kemendagri sehingga untuk mendapatkan dana desa harus dibuat tanggal pembentukan backdate,” kata Febri kepada wartawan, Rabu (6/11/2019).
Febri mengujarkan, pada 24 Juni lalu, penyidik Polda Sulawesi Tenggara bersama KPK telah melakukan gelar perkara di tahap penyelidikan di Mapolda Sulawesi Tenggara.
Dalam gelar perkara tersebut disimpulkan saat naik ke tahap penyidikan akan dilakukan pengambilan keterangan ahli hukum pidana untuk menyatakan proses pembentukan desa.
“Yang berdasarkan peraturan daerah yang dibuat dengan tanggal mundur (backdate), merupakan bagian dari tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan atau tidak,” ujar dia.
Selanjutnya, pada 25 Juni lalu, pertemuan juga telah dilakukan antara pimpinan KPK dengan Kapolda Sulawesi Tenggara.
Dalam pertemuan tersebut diminta agar KPK melakukan supervisi dan memberikan bantuan berupa memfasilitasi ahli dalam perkara ini.
“Perkara ini telah naik ke tahap penyidikan dan Polda telah mengirimkan SPDP ke KPK sesuai ketentuan Pasal 50 UU KPK. Sesuai dengan KUHAP, penyidikan yang dilakukan Polri adalah untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya,” kata Febri.
Baca: Pengamat: Jokowi Harus Tunggu Putusan MK
Salah satu bentuk dukungan KPK dalam mengungkap kasus ini adalah dengan memfasilitasi keterangan ahli pidana dan kemudian dilanjutkan gelar perkara bersama pada 16 September 2019.
“Dukungan yang diberikan KPK pada penanganan perkara di Polri ataupun Kejaksaan merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi trigger mechanism yang diamanatkan Undang-Undang. Kami berupaya semaksimal mungkin untuk tetap melakukan upaya-upaya pemberantasan korupsi agar anggaran yang seharusnya dinikmati rakyat tidak dicuri oleh orang-orang tertentu,” ujar Febri.