TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman memastikan proses seleksi calon Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjalan transparan. Menteri Sekretaris Negara Pratikno telah mengundang sejumlah tokoh masyarakat yang kompeten di bidangnya untuk dimintai masukan.
Selain itu, para tokoh juga diminta pandangannya terhadap sosok-sosok yang dipandang pantas mengisi posisi Dewan Pengawas KPK.
Mensesneg Pratikno memimpin langsung tim internal yang bertugas menggodok nama-nama calon anggota Dewan Pengawas KPK.
Berapa jumlah anggota tim internal hingga siapa saja identitas mereka dirahasiakan oleh pihak istana. Begitu juga dengan nama-nama calon yang sudah mereka kantong dari masukan masyarakat.
Sementara itu, mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar mengaku tak berminat menjadi anggota Dewas lembaga anti rasuah yang pernah ia pimpin.
Baca: Istana Janjikan Transparansi di Seleksi Personil Dewan Pengawas KPK
Antasari menanggapi biasa saja, saat namanya disebut-sebut akan menempati jabatan yang dimaksud. Antasari kemudian menjelaskan soal pro kontra keberadaan Dewas KPK, yang dinilai publik, bakal memunculkan konflik kepentingan.
"Apakah melalui pansel atau presiden, yang penting orangnya. Syaratnya apa, orang yang ngerti teknis hukum, ngerti unsur," kata Antasari, Kamis (7/11/2019).
Berikut petikan wawancara khusus dengan Antasari Azhar.
Menurut Anda, bagaimana kriteria yang cocok untuk Dewan Pengawas KPK?
Sekarang kan Pak Pratikno yang ditunjuk Presiden jadi ketua seleksi Dewas, tanya beliau saja. Tapi begini, yang penting itu orangnya, the right man on the right place.
Mau dipilih Pansel tapi kalau orangnya amburadul, ya amburadul saja. Jadi harus betul-betul selektif, berintegritas, paham, dan mengerti teknis hukum. Jangan sampai dikritisi oleh yang diawasi.
Lebih tepat mantan komisioner KPK?
Salah satunya itu.
Baca: Istana: Dewan Pengawas KPK Bebas Dari Mantan Narapidana
Nama Anda ramai disebut bakal masuk anggota Dewas KPK?
Saya sudah bilang, saya ada 1 pasal yang saya tidak bisa dipilih sebagai Dewas KPK. Yakni pernah menjalani pidana penjara yang ancamannya 5 tahun. Kan jadi tujuannya tercapai, mengerjai saya dulu kan. Akhirnya ke depan saya jadi susah.
Pandangan Anda soal Dewas KPK ditunjuk Presiden bagaimana?
Saya katakan yang penting orangnya. Misalnya begini, waktu Pansel ibu Yenti Ganarsih tanya ke saya soal seleksi pimpinan KPK. Saya bilang ke beliau untuk tanya saja satu pertanyaan; Apa perbedaan antara unsur melawan hukum dan unsur menyalahgunakan kewenangan negara?
Baca: Antasari: Dewan Pengawas KPK Harus Paham Teknis Hukum Agar Tak Diajari Orang yang Diawasi
Belum tentu semua penegak hukum mengerti. Bagaimana dia mau mengawasi? Bahaya kalau tidak mengerti itu. Jadi harus mengerti hukum. Jadi unsur apa, kapan dijadikan barang bukti, kapan dijadikan rampasan, yang begitu seharusnya.
Dewas KPK ini, kalau merujuk ke UU KPK yang baru, sangat akan berkuasa, ini bagaimana Anda melihatnya?
Ini kitanya saja yang terbawa suasana, tidaklah. Kuasa tetap di komisioner. Dewas itu hanya mengawasi. Tak bisa menyentuh subtansi.
Baca: Pemilihan Dewan Pengawas KPK Masih Desember 2019, Jokowi: Saya akan Pilih Orang yang Berintegritas
Tapi semua izin ada di Dewas KPK?
Ya itu kan di administrasi. Sekarang kejaksaan, kepolisian, semua pakai izin pengadilan. KPK ini lewat Dewas, lebih mudah malah karena satu kantor.
Akan tetapi, KPK mengaku kesulitan saat ini karena pemberlakukan UU yang baru, bagaimana Anda menilainya?
Tadi saya katakan ini tergantung orangnya, UU diperbarui atau tidak, kalau tidak mau kerja ya tidak bakal mau saja. Mengapa harus dijadikan alasan UU baru lalu kemudian tidak mau kerja? Justru karena ada UU baru mereka seharusnya semangat kerja.