Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengindentifikasi sedikitnya ada 15 modus korupsi terkait dana desa fiktif.
Menurut Peneliti ICW Tama S Langkun, modus-modus yang dilakukan oleh Kepala maupun pengurus desa itu pun banyak yang terbilang 'tradisional'.
Baca: Seputar 3 Desa Fiktif di Konawe: Pemekaran Wilayah, Ada Kesanamaan, 57 Saksi Diperiksa
"Dari ratusan perkara yang sudah ada itu kami sudah mencatat 15-an pola korupsi," ujar Tama di Gedung KPK Lama, Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2019).
Dia merincikan, polanya rasuahnya ada yang memakai modus proyek tapi fiktif.
Jadi, lanjutnya, proyeknya tidak ada tapi anggarannya terpakai.
Ada juga pola double budget untuk satu proyek.
Padahal proyek tersebut sudah dianggarkan di tahun sebelumnya atau pada tahun yang sama.
"Itu dianggarkan lagi untuk proyek yang sama," kata Tama.
Bahkan, lanjut Tama, ada pola yang lebih tradisional lagi, yakni modus pinjam namun tak dikembalikan.
"Misalnya ada salah satu atau oknum-oknum di pemerintahan desa yang pinjam uang menggunakan uang dana desa, tetapi tidak dikembalikan. Tentu itu jadi temuan di kemudian hari. Ini pola-pola yang sangat mudah kita jumpai," katanya.
ICW mencatat dalam kurun waktu 2016-2018 sudah 212 kepala desa menjadi tersangka akibat skandal anggaran desa ini.
"Sudah saya sampaikan pada 2016 -2017 ada 110 kepala desa. Tahun 2018, sampai akhir bulan Desember, kami mencatat itu ada sampai dengan 102 tersangka. Berarti sudah 212 kepala desa jadi tersangka dalam kurun waktu tiga tahun terakhir," ujarnya.
Tama menambahkan, ke depan, seharusnya pemerintah bebenah diri untuk mengurai masalah ini.
Sehingga bisa menekan angka korupsi dalam pengelolaan dana desa.
Apalagi kerugian negaranya, kata Tama, sudah terbilang besar saat ini.
Menurut dia, pengawasan pemerintah, baik di daerah maupun pusat harus ditingkatkan, seraya bikin sistem pencegahan yang lebih baik lagi.
Baca: Ada Desa Siluman, Maruf Amin Sarankan Laporan Dana Desa Dicek Berkala
Pasalnya, ungkap Tama, sampai hari ini, bahkan temuan ICW, masih ada Kepala Desa yang tak mampu bagaimana cara mengelola anggaran dan tidak mengerti membuat laporan pertanggungjawaban, sehingga menjadi temuan aparat penegak hukum dikemudian hari.
"Tentu yang diperkuat itu adalah fungsi pengawasan di pemerintah. Yang ke kedua yakni peran serta masyarakat. Kami harapkan masyarakat di desa melek akan dana desa. Harus paham bagaimana anggaran desa tersebut bergulir untuk digunakan. Dan yang terpenting kami harapkan ada upaya peningkatan kapasitas dari kepala desa itu sendiri," kata Tama.