TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menghormati usulan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang ingin mengevaluasi Pilkada langsung.
Menurut Basarah, Tito berpandangan bahwa Pilkada langsung memiliki banyak kelemahan.
"Dengan berbagai pertimbangan yang beliau lakukan bahwa Menteri Dalam Negeri menyimpulkan Pilkada serentak langsung yang dilaksanakan bangsa Indonesia sebagai pilihan cara memilih kepala daerahnya beliau anggap masih memiliki kelemahan-kelemahan disana-sini. satu diantaranya biaya politik yang tinggi, kemudian cost sosial yang juga tidak murah, akhirnya beliau mengusulkan untuk dievaluasi," kata Basarah di Kompleks Parlemen, senayan, Jakarta, Jumat, (8/11/2019).
Baca: Tito Karnavian Anggap Pilkada Langsung Banyak Mudarat karena Politik Uang, Ini Kata Bawaslu
Basarah mengatakan bahwa usulan Tito tersebut patut untuk direspon oleh partai-partai politik, serta lembaga lainnya dengan semangat memperbaiki demokrasi. Sehingga menurutnya tercipta Pemilihan Kepala Daerah yang tepat dan sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia sekarang ini.
"Saya kira pandangan itu yang harus dikaji untuk sama-sama mencari solusi terbaik agar prinsip negara demokrasi tetap berjalan tetapi demokrasi itu bukan cuma sekedar proses tapi juga output," katanya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mempertanyakan apakah Pilkada langsung masih relevan saat ini.
Hal itu dikatakan Tito saat ditanya persiapan Pilkada oleh wartawan, usai rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (6/11/2019).
"Tapi kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem politik pemilu Pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun," kata Tito.
Sebagai mantan Kapolri ia tidak heran apabila banyak kepala daerah yang terjerat kasus tindak pidana korupsi. Hal itu karena besarnya ongkos politik yang dikeluarkan pasangan calon, karena sistem pilkada langsung.
"Banyak manfaatnya yakni partisipasi demokrasi, tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau nggak punya 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," katanya.
Tito berpandangan bahwa mudarat Pilkada langsung tidak bisa dikesampingkan. Oleh karena itu, ia menganjurkan adanya riset atau kajian dampak atau manfaat dari Pilkada langung.
"Laksanakan riset akademik. Riset akademik tentang dampak negatif dan positif pemilihan Pilkada langsung. Kalau dianggap positif, fine. Tapi bagaiamana mengurangi dampak negatifnya? Politik biaya tinggi, bayangin," kata Tito.
Baca: Mendagri Izin Ke Komisi II Alihkan Dana Lain untuk Biayai Kekurangan Dana Blangko e-KTP
Tito tidak menjawab saat ditanya apakah kajian tersebut nantinya akan mengarah pada wacana Pilkada tidak langsung atau dipilih melalui DPRD. Yang pasti menurutnya saat ini perlu perbaikan dari sistem Pilkada langsung agar tidak terlalu banyak menimbulkan dampak negatif.
"Bagaimana solusi mengurangi dampak negatifnya, supaya engga terjadi korupsi biar tdak terjadi OTT lagi," pungkasnya.