TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang resmi mengajukan Judicial Review (JR) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Hari ini, atas nama warga negara Indonesia, kita akan mengajukan Judicial Review ke MK. Jadi, ada beberapa orang. Kemudian kita didampingi oleh lawyer-lawyer kita kemudian kita nanti mengundang ahli," kata Agus di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (20/11/2019).
Lebih lanjut, Laode M Syarif mengatakan judicial review ini berupa uji formil dan uji materil. Teruntuk uji formil, Syarif menyoroti sejumlah hal seperti pembahasan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK tidak masuk ke dalam program legislasi nasional DPR tahun 2019; waktu pembahasan yang cepat dan tertutup dengan tidak dilibatkan publik dan KPK dalam pembahasan; serta naskah akademik yang tidak pernah diperlihatkan kepada lembaganya.
Baca: Pimpinan KPK Turut Ajukan Gugatan UU Baru ke MK
"Jadi, banyak hal yang dilanggar. Itu dari segi formilnya," kata Syarif.
Sementara itu, ia juga menyoroti sejumlah pasal bermasalah yang termuat dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Ia mencontohkan hal tersebut pada Pasal 69D dan 70C. Pasal 69D berbunyi, "Sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum UU ini diubah."
Diketahui pembentukan dewan pengawas memiliki tenggat waktu pada Desember 2019.
Sementara Pasal 70C mengatakan, "Pada saat Undang-undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini."
Diketahui aturan perubahan ini sudah berlaku sejak 17 Oktober 2019.
Syarif pun menyoroti perihal salah ketik mengenai usia minimal pimpinan KPK yang menurutnya membingungkan: apakah 40 tahun atau 50 tahun. Pasalnya, pimpinan KPK terpilih, Nurul Ghufron, masih berusia 45 tahun saat resmi dipilih DPR.
Baca: Ketua KPK Singgung Yugoslavia ke Pegawai Soal Nasionalisme
"Memang kelihatan sekali UU ini dibuat secara terburu-buru. Oleh karena itu kesalahannya juga banyak. Apa-apa saja yang dimintakan dalam JR ini, nanti akan kami sampaikan ke MK," ucap dia.
Ketika ditanya mengenai absennya nama Alexander Marwata dan Basaria Panjaitan, Laode mengklaim kedua rekannya tersebut tetap memberikan dukungan. "Ya, mereka pada kesempatan yang sama tidak memasukkan nama tapi mendukung," tuturnya.
Perwakilan koalisi, Kurnia Ramadhana mengatakan untuk hari ini judicial review yang diajukan baru berupa uji formil. Sementara untuk materil, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu mengatakan masih mengumpulkan sejumlah bukti untuk memperkuat.
Baca: Ketua KPK Ingatkan Pegawai, Pakai Kopiah Haji Pas ke Masjid Saja, Jangan Saat Kerja
"Hari ini kita resmi mengajukan judicial review untuk ranah formil. Untuk materi kita masih mengumpulkan beberapa bukti untuk memperkuat permohonan," kata dia di tempat yang sama.
Kurnia menjelaskan, bersama tiga komisioner itu juga terdapat pemohon lain dari berbagai unsur seperti mantan Komisioner KPK, M Jasin dan Erry Riyana Hardjapamekas, serta mantan Jubir KPK Betti Alisjahbana.
"Total pemohon yang akan mengajukan uji formil hari ini ada 13 orang, tadi sudah disebutkan beberapa pimpinan KPK dia menggunakan hak sebagai warga negara," sebutnya.