Sulitnya memperoleh pekerjaan menjadi alasan ia mendirikan Thisable Enterprise.
Ia kemudian bekerja sama dengan Gojek Indonesia untuk mempekerjakan orang-orang dengan disabilitas di Go-Auto dan Go-Glam.
Selain itu, para penyandang disabilitas didukung untuk mengembangkan ide kreatif untuk membuat suatu produ, salah satunya yang sudah ada saat ini adalah membuat produk kecantikan.
"Aku percaya, tuli itu juga SDM milik negara, aset negara, jadi kita juga memiliki hak," kata Angkie.
Menembus keterbatasan stigma tunarunggu
Di tengah pembicaraan, Angkie Yudistia tiba-tiba melepaskan sesuatu dari balik telinga kiri dan kanannya.
Wanita kelahiran Medan, 5 Juni 1987, itu ternyata ingin memperlihatkan alat bantu dengar yang sudah bertahun-tahun melekat di balik kedua telinganya.
Dengan bangga, Angkie ingin menunjukkan ia adalah wanita dengan disabilitas tuli.
Butuh waktu 10 tahun bagi Angkie untuk akhirnya bisa kembali percaya diri, seperti saat ditemui di Ruang Maharmardjono, Gedung Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, Rabu (1/3/2017).
Finalis Abang None Jakarta Barat tahun 2008 ini mengalami ketulian sejak usia 10 tahun.
Konsumsi antibiotik berlebihan saat sakit malaria perlahan telah merusak pendengarannya.
"Awalnya aku enggak tahu (ada gangguan pendengaran) sampai lingkungan sekitar bilang sudah manggil-manggil, tetapi aku enggak dengar, enggak nengok," cerita Angkie.
Angkie kemudian dibawa orangtuanya secara rutin untuk periksa masalah pendengaran.
Setiap kali melakukan pemeriksaan enam bulan sekali, hasilnya selalu buruk.