TRIBUNNEWS.COM - Keputusan Presiden Joko Widodo memilih staf khusus dari kalangan milenial dinilai sebagai langkah berani oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Wakil Sekjen PPP, Ahmad Baidowi dalam dialog mingguan Polemik Trijaya, yang kemudian diunggah di kanal Youtube Kompas TV, Sabtu (23/11/2019).
Ahmad menilai, masuknya milenial dalam jajaran staf khusus presiden mendapat respon postif dari partai politik koalisi pemerintah.
"Kepercayaan Pak Jokowi kepada kalangan milenial untuk membantu beliau itu sebuah langkah berani dan merupakan kesempatan langka," ujarnya, seperti yang diberitakan Kompas TV.
Ia menambahkan, penunjukan staf khusus presiden dari kalangan milenial juga akan menjadi tantangan bagi mereka untuk membuktikan diri.
"Tentu saja ini tantangan bagi anak-anak muda untuk membuktikan diri bahwa mereka dipilih tidak hanya sekadar muda tetapi juga memiliki kemampuan dan kapasitas," lanjutnya.
Menurutnya, saat ini para staf khusus presiden dari kalangan milenial perlu diberi kesempatan untuk menunjukkan kinerjanya di pemerintahan.
"Kita berikan kesempatan teman-teman dari kalangan muda, kita lihat kerjanya selama paling tidak setahun kedepan," tutur Ahmad Baidowi.
PKS Menilai Peran Staf Khusus Presiden dari Kalangan Milenial Kurang Signifikan
Sementara itu, Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Kholid menilai penunjukan staf khusus presiden dari kalangan milenial itu justru membuat pemerintahan menjadi tambun.
Menurutnya, hal itu bertentangan dengan niat pemerintahan Jokowi yang menginginkan postur birokrasi lebih ramping.
Terlebih, peran mereka dipandang kurang signifikan jika hanya memberi saran.
"Tambun sekali. Katanya membantu tugas presiden, semuanya juga membantu tugas presiden.
Membantu berkomunikasi dengan birokrasi, semuanya juga demikian," ujar Muhammad Kholid, seperti yang diberitakan Kompas TV.
Ia menilai, semakin banyak yang membantu tugas presiden maka akan semakin banyak pula yang memberi masukan pada presiden.
"Nanti terlalu banyak yang membantu, terlalu banyak yang memberi masukan, apa Bapak Presiden nggak makin bingung?" ujarnya.
Melihat hal itu, Muhammad Kholid berharap penunjukan staf khusus presiden dari kalangan milenial bukan merupakan politik akomodasi ataupun pencitraan.
"Saya berharap ini bukan hanya politik akomodasi, politik pencitraan, gimik, dan sebagainya," kata Muhammad Kholid.
Ia pun mengajak masyarakat menilai apakah Presiden Jokowi bersama pemerintahan yang baru ini akan pro dengan milenial.
"Nanti kita akan melihat apakah Bapak Presiden dan pemerintahan yang baru ini pro terhadap milenial," ujarnya.
Staf Khusus Presiden dari Kalangan Milenial Dinilai Sebagai Politik Simbol
Sementara itu, Ketua DPP PKS Pipin Sopian menilai pengenalan staf khusus presiden yang dilakukan langsung oleh presiden merupakan budaya baru.
Hal tersebut ia sampaikan dalam acara Sapa Indonesia Malam yang kemudian diunggah di kanal Youtube Kompas TV, Sabtu (23/11/2019).
Ia menyebutkan, sebelumnya presiden hanya mengumumkan secara langsung jajaran menteri dan para pejabat negara lainnya.
Pipin pun beranggapan hal tersebut merupakan sebuah politik simbol.
"Saya kira ini bagian dari politik gimik atau politik simbol yang diperlihatkan oleh Pak Jokowi," ujar Pipin.
Pipin pun kemudian menghubungkan pengangkatan staf khusus presiden dengan proyek SMK yang pernah diperkenalkan Jokowi.
"Saya kira nanti hampir sama dulu kaya proyek SMK, ini juga bagian dari politik yang ingin memperlihatkan bahwa milenial diberikan kesempatan," ungkap Pipin.
Namun demikian, secara pribadi, Pipin mengaku mengapresiasi pengangkatan staf khusus presiden dari kalangan milenial tersebut.
"Bagi saya secara pribadi dari generasi PKS Muda tentu mengapresiasi ini, jadi anak muda diberikan kesempatan," ujar Pipin.
Sementara itu, Pipin mengaku khawatir jika penunjukan staf khusus milenial tersebut hanya untuk menunjukkan pemerintah mau melibatkan peran anak muda di pemerintahan.
"Kami khawatir bahwa ini, yang tadi kami sampaikan sebagai politik simbol, hanya 'ini ada anak muda di pemerintahan'," ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengaku khawatir apabila para anak muda tersebut tidak diberi ruang yang signifikan pada pemerintahan.
"Ini sebetulnya antisipasi, ketika politik simbol hanya menunjukan milenial kepada publik kemudian ke depan proposalnya tidak dibaca atau dieksekusi," tutur Pipin.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)