News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ada Penyesatan Informasi dari Produk Susu Kental Manis

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Susu Kental Manis

"Karenanya, perlu kerja sama semua pihak untuk memutuskan mata rantai salah persepsi nasyarakat terhadap SKM," ucapnya.

Rian Anggraeni dari Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes menegaskan meskipun SKM jadi campuran terlezat untuk makanan manis, tapi SKM tidak cocok untuk anak di bawah usia 3 tahun yang masih membutuhkan lemah dan protein tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan.

Wulan Sadat dari BPOM menambahkan bahwa SKM iti bukan susu produk hewani yang bergizi tinggi. Karena menurutnya, SKM dibuat dengan cara menguapkan sebagian air dari susu segar (50 persen) dan ditambah dengan gula 45-50 persen.

"Jadi bukan lagi menjadi minuman bergizi utama balita. SKM itu hanya cocock sebagai toping untuk pelengkap makanan," katanya.

Baca: Pamitnya Beli Sabun, Ibu Telantarkan 4 Anak Kelaparan hingga Gizi Buruk Demi Hidup dengan Pacar

Dia juga menegaskan bahwa anggapan SKM sebagai pengganti ASI merupakan persepsi yang sangat salah.

Wulan juga menyampaikan terimakasihnya atas penelitian YAICI bersama dengan PP Aisyiyah yang menemukan bahwa SKM juga telah menyebabkan gizi buruk dan kurang baik terhadap anak-anak berusia 3 dan 5 tahun. "Ini akan menjadi masukan dan kajian bagi kami dalam membuat peraturan terkait SKM ke depan," tutur Wulan.

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, mengatakan seharusnya sesuatu yang menyesatkan masyarakat tidak ada dalam iklan SKM ini.

Dia melihat iklan SKM selama ini punya kecenderungan menampilkan visual dan nutrisi yang tidak lengkap.

"Seharusnya dalam spot peringatan di iklannya harus ada kata-kata bahwa SKM ini tidak cocok untuk bayi," tuturnya.

Komisioner KPAI, Sitti Hikmawatty, mengatakan, selain menggunakan kata secara tegas, produsen SKM juga tidak menggunakan Bahasa Inggris misalkan "not recommended for" dalam kemasan produk.

"Gunakan bahasa yang tegas 'dilarang'. Kemudian bagi mereka yang tidak bisa baca, cukup dengan gambar yang tegas seperti larangan iklan rokok, 'tidak dilarang merokok', tapi ada gambar rokok, coret," ujar Sitti.

Pengamat Kebijakan Publik, yang diwakili Sofie, menyoroti soal label pangan olahan seperti SKM yang perlu diperhatikan dan soal multitafsir dari hidangan tunggal SKM dan aturan viaualisasi anak. "Ini perlu diatur pengawasannya dan sanksinya harus tegas," ucapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini