TRIBUNNEWS.COM - Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih bungkam dan tidak menanggapi tentang pemberian grasi kepada terpidana korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau, Annas Maamun.
Dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com, Kamis (28/11/2019), mereka adalah Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman dan Staf Khusus Presiden Bidang Humum Dini Purwono.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono mengkritik tindakan Fadjroel Racman dan Dini Purwono yang terkesan tidak membantu Jokowi.
"Terkait statement Juru Bicara Presiden Fadjroel Rahman dan Stafsus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono, kok terkesan justru buang badan dalam memberikan penjelasannya terkait keluarnya grasi Annas Maamun," ujar Arief Poyuono, Rabu (27/11/2019).
Arief Poyuono menyebut Fadjroel Rachman sebagai jubir atau staf khusus bidang komunikasi harusnya menjelaskan ke publik terkait keputusan Jokowi tersebut.
Sama halnya dengan Dini Purwono yang harusnya juga ikut memberi penjelasan.
Terlebih keputusan Jokowi memberi grasi kepada koruptor ini menuai kritik dari berbagai kalangan.
Arief Poyuono menyayangkan kedua staf khusus Jokowi itu malah terkesan bungkam seolah menyerahkan persoalan ini pada sang presiden.
"Ini juru bicara dan stafsus model apaan. Bukannya membantu malah seakan persoalan ini diserahkan pada Presiden Joko Widodo," komentar Arief Poyuono.
Arief Poyuono juga meminta Jokowi untuk mengevaluasi tindakan dua staf khususnya yang digaji namun terkesan tidak bertanggung jawab.
"Nah kangmas (Jokowi) piye iku jubir dan stafsus kangmas, digaji tapi kok enggak bisa membantu kangmas ya," kritik Arief Poyuono.
Arief Poyuono menjelaskan seharusnya kedua staf khusus itu menjelaskan kepada publik bahwa penerbitan grasi adalah hak presiden.
Sementara itu, Arief Poyuono sendiri menganggap tindakan Jokowi itu tidak masalah.
Sehingga pemberian grasi terhadap Annas Maamun ini seharusnya tidak dipolitisasi yang memojokkan Jokowi.
"Jadi enggak perlulah grasi yang diberikan pada pelaku tindak pidana korupsi dipermasalahkan apalagi sampai dipolitisasi seakan-akan Joko Widodo tidak pro-pemberantasan korupsi," tegas Arief Poyono.
Sementara itu, Fadjroel Rachman sempat dimintai keterangan Kompas.com melalui pesan singkat pada Rabu (27/11/2019).
Namun Fadjroel Rachman malah meminta hal tersebut agar ditanyakan kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.
"Mohon ditanyakan dulu ke Menkumham," jawab Fadjroel Rachman.
Sementara itu Dini Purwono juga enggan berkomentar dan bahkan mengaku belum mendapat informasi tentang pemberian grasi tersebut.
Jokowi Beri Keterangan Sendiri
Hingga akhirnya pada Rabu (27/11/2019), Jokowi memberikan keterngan pers setelah perjalanan dinas ke Korea Selatan.
Jokowi membeberkan alasannya memberi grasi kepada Annas Maamun.
Di antaranya karena faktor usia Annas Maamun dan kondisi kesehatannya yang memburuk.
"Memang dari sisi kemanusiaan memang umurnya juga sudah uzur dan sakit sakitan terus. Sehingga, dari kacamata kemanusiaan itu diberikan," ungkap Jokowi.
Jokowi mengaku pemberian grasi itu sudah melalui pertimbangan Mahkamah Agung serta Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
"Kenapa (grasi) itu diberikan, karena memang dari pertimbangan MA seperti itu. Pertimbangan yang kedua dari Menkopolhukam juga seperti itu," terangnya.
Menanggapi berbagai kritikan, Jokowi menyebut dirinya mendapat permohonan grasi sejumlah ratusan dan tidak semua ia kabulkan.
Sehingga Jokowi menganggap pemberian grasi ini bukan sesuatu yang aneh karena jarang ia lakukan.
"Nah kalau setiap hari kami keluarkan grasi untuk koruptor, setiap hari atau setiap bulan, itu baru, itu baru silakan dikomentari. Ini kan apa," ujar Jokowi.
(Tribunnews.com/Ifa Nabila/ Kompas.com/ Ihsanuddin)