TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Paramadina Djayadi Hanan menegaskan mengembalikan pemilihan presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bertentangan dengan semangat reformasi.
Selain juga pemilihan presiden oleh MPR berarti mengubah sistem pemerintahan dari presidensial murni menjadi parlementer atau semi parlementer.
Penerapan sistem tersebut di era Orde Baru membawa Indonesia ke sistem otoriter yang berujung pada krisis sosial, ekonomi, dan politik tahun 1998.
Baca: Masak Negeri Berpenduduk 260 Juta, 9 Ketua Umum Parpol yang Tentukan Presiden
"Amanat reformasi antara lain adalah membatasi kekuasaan presiden dan memperkuat sistem presidensial. Jadi pemilihan presiden oleh MPR itu bertentangan dengan semangat reformasi," tegas Djayadi Hanan kepada Tribunnews.com, Jumat (29/11/2019).
Menurut dia, pemilihan presiden oleh MPR RI itu menyerahkan kedaulatan rakyat kepada hanya sekelompok elit politik.
"Lebih parah lagi di tengah oligarki partai yang masih terus marak, maka pemilihan presiden oleh MPR membuatnya menjadi urusan segelintir elit penguasa partai," jelasnya.
Di tengah lemahnya ideologi partai dan kecenderungan partai untuk berkolusi satu sama lain, dia menilai, pemilihan presiden oleh MPR akan membuka jalan bagi pelanggengan kekuasaan politik oleh kelompok elit dan bisa membawa ke sistem otoriter di masa depan.
Pemilihan presiden oleh MPR juga memungkinkan munculnya pemegang kekuasaan yang tidak dikehendaki rakyat, hanya yang dikehendaki elit saja.
Lebih jauh dia tegaskan, pemilihan presiden oleh MPR itu bertentangan dengan perkembangan sosial, politik dan ekonomi masyarakat yang makin maju dan moderen.
"Pemilihan presiden oleh MPR itu bertentangan dengan kemajuan masyarakat," jelasnya.
Baca: Elite PKS: Wacana Pemilihan Presiden Melalui MPR Khianati Reformasi
Ia mengutip data riset opini publik sejak tahun 1999 hingga 2019 menunjukkan, lebih dari 70 persen masyarakat Indonesia mendukung model demokrasi dengan pemilihan langsung yang selama ini telah dipraktekkan.
"Pemilihan presiden oleh MPR itu tidak sejalan aspirasi rakyat soal demokrasi langsung," tegasnya.
Terakhir kata dia, pemilihan presiden oleh MPR hanya akan menguntungkan orang yang berambisi berkuasa tapi merasa rakyat tidak akan memilihnya melalui pemilihan langsung.
Baca: Istana Sebut Jokowi Tak Ingin Pemilihan Presiden Melalui MPR
"Lagi-lagi potensial menyuburkan oligarki dan dinasti politik yang bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi," jelasnya.