News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Masa Jabatan Presiden

Humprey Djemat: Jokowi Jangan Diam Sikapi Soal Penambahan Masa Jabatan Presiden, Diam Berarti Setuju

Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Humphrey Djemat.

Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta, Humprey Djemat, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil sikap tegas terkait wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode melalui amandemen UUD 1945.

Menurut Humprey Djemat, wacana penambahan masa jabatan presiden yang terjadi secara tiba-tiba dalam situasi ini terkesan begitu liar.

Sikap Jokowi yang memilih diam soal wacana amandemen tersebut, kata dia, menunjukkan mantan Gubernur DKI tersebut setuju dengan agenda itu.

"Jadi kalau menurut hemat saya, justru pak Jokowi harus mengambil sikap tegas, jangan diam. Dalam hukum itu diam berarti setuju," ujar Humprey Djemat dalam diskusi Reformasi Dikorupsi vs Reformasi Partai di kantor PARA Syndicate Jakarta Selatan, Jumat (29/11/2019).

Baca: Jokowi Sebut Pemberian Grasi Annas Maamun atas Dasar Kemanusiaan, Ini Respon ICW

Humprey Djemat bahkan mencurigai sikap Jokowi yang memilih diam.

Alasannya dalam banyak hal Jokowi kerap mengambil sikap tegas dengan memberikan reaksi secara langsung.

Namun mengapa terkait hal tersebut Jokowi justru diam.

Baca: Humprey Djemat Nilai Ada Niat Buruk dari Partai Politik yang Usul Penambahan Masa Jabatan Presiden

"Ada beberapa hal pak Jokowi tegas menanggapi secara langsung, tapi kalau amandemen untuk presiden bisa menjabat tiga kali, Jokowi diam. Hemat saya diam itu sangat tidak baik, diam berarti setuju. Kalau yang lain bereaksi mengapa yang ini diam?" ujar Humprey Djemat.

Bagi Humprey Djemat, jangan sampai Jokowi menyetujui usulan penambahan masa jabatan presiden.

Baca: Jokowi Sindir Tukang Impor dalam Pidatonya di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia

Hal itu dinilainya dapat merusak citra baik Jokowi yang telah ada di mata masyarakat Indonesia.

"Jadi jelas kalau sampai pak Jokowi menyetujui, hanya menyetujui saja meskipun itu tidak terjadi, itu akan merusak citra Jokowi," ujarnya.

Usulan dari luar MPR

Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan belum ada pembahasan mengenai perubahan masa jabatan presiden. 

Menurut Arsul Sani, wacana yang bergulir di MPR hanya amandemen UUD 1945.

"Sebetulnya di MPR tidak terjadi apa apa, tapi barangkali saya bisa menjelaskan seperti ini, MPR 2019-2024 ini kan mendapatkan amanah atau rekomendasi dari MPR sebelumnya untuk melakukan kajian mengenai pokok pokok haluan negara, " kata Arsul Sani dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Minggu (24/11/2019).

Baca: Jadi Stafsus Jokowi, Aminuddin Maruf Baru Tahu Gajinya Rp 51 Juta

Adapun menurut Arsul Sani wacana penambahan masa jabatan presiden datang dari luar MPR.

Hanya saja Arsul Sani mengaku tidak tahu mengenai siapa yang menggulirkan wacana penambahan masa jabatan presiden tersebut.

"Jadi itu dari luar, bukan dari MPR," kata Arsul Sani.

Baca: Berharap Pemuda Muslim Mengambil Peran Penting di Dunia Internasional

Arsul Sani mengatakan banyak usulan mengenai perubahan periode masa jabatan presiden. 
Berdasarkan informasi yang ia dapat dari pemberitaan, usulan perubahan masa jabatan presiden salah satunya dilontarkan Mantan Ketum PKPI, AM Hendropriyono.

Menurut Hendropriyono masa jabatan presiden ke depannya nanti sebaiknya 8 tahun.

"Saya tidak tahu persis apakah 8 tahun untuk 1 kali masa jabatan, atau kemudian bisa dipilih kembali," katanya.

Baca: Zulkifli Hasan: Harus Ada Percepatan Pembangunan SDM

Menurut Arsul Sani usulan perubahan masa jabatan presiden hanya disamapikan Hendropriyono di media saja dan tidak dikomunikasikan ke MPR.

"Ini terus menggelembung dan dikaitkan dengan rekomendasi penataan presidensial di MPR," katanya.

Kata Ketua MPR

 Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan belum ada pembahasan mengenai masa jabatan Presiden tiga periode dalam rapat pimpinan MPR RI.

"Jadi terkait dengan wacana jabatan presiden tiga kali sampai detik ini kita belum pernah membahasnya baik ditingkat pimpinan maupun di partai, Partai Golkar maksudnya. Itu tidak ada," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/11/2019).

Bamsoet mengakui saat ini wacana tersebut memang berkembang di publik.

Baca: BERLANGSUNG Live Streaming TV Online Indonesia vs Malaysia Siaran Langsung di Menoreh TV

Pimpinan MPR, dia, saat ini sedang menampung aspirasi masyarakat soal amandemen terbatas UUD 1945.

Bamsoet mengatakan secara pribadi dirinya menilai proses pemilihan presiden seperti saat ini sudah tepat dan benar.

Baca: BREAKING NEWS: Bamsoet Deklarasikan Maju Sebagai Calon Ketua Umum Golkar

Sehingga tidak perlu lagi ada perubahan sistem pemilihan Presiden.

Namun demikian, apabila ada kehendak dan desakan publik masa jabatan presiden harus diubah, hal tersebut tentu akan menjadi kajian di MPR RI.

"Kecuali ada desakan, mayoritas masyarakat menghendaki lain. Kan kita hanya menyiapkan wadah bagi seluruh aspirasi masyarakat bahwa ada wacana jabatan presiden tiga kali ya biasa aja itu tidak boleh dibunuh. Biarkan saja itu berkembang kita melihat respons masyarakat bagaimana. Ini kan tergantung aspirasi masyarakat," katanya.

"MPR apa panjangannya, Majelis Permusyawaratan Rakyat. Jadi kalau rakyat menghendaki masa kita bendung. Tapi yang pasti kalau meminta pendapat saya pribadi maupun Golkar saya nyatakan sampai ini kita di Golkar belum ada wacana itu dan menurut saya pribadi apa yang ada sekarang itu sudah pas," lanjutnya.

Baca: Pengamat: Munas Golkar Harus Beri Ruang Kemunculan Rising Star

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI Fraksi PPP Arsul Sani mengungkapkan fraksi Partai NasDem mengusulkan jabatan Presiden menjadi 3 periode di dalam rencana amandemen terbatas UUD 1945.

"Ini kan bukan saya yang melayangkan. Ini ada yang menyampaikan seperti ini, kalau tak salah mulai dari anggota DPR dari Fraksi NasDem," ungkapnya.

Anggota Komisi III DPR RI tersebut menyebutkan PPP belum memikirkan usulan untuk mengubah masa jabatan presiden.

Saat ini, partainya itu ingin memperjuangkan rekomendasi MPR periode lalu, yakni menghidupkan kembali GBHN.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini