TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Front Pembela Islam (FPI), Ahmad Sobri Lubis mengatakan kata Khilafah dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) sebagai ajaran Islam.
Ia mengatakan kata Khilafah tersebut tidak berhubungan dengan komunis, ataupun anti Pancasila.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengaku pemerintah belum bisa memberikan perpanjangan izin, karena ada kata kilafah dalam isi AD/ART FPI.
Ahmad Sobri Lubis mengatakan Khilafah yang dimaksud dalam AD/ART FPI artinya bukan komunis dan bukan anti Pancasila.
Menurutnya, kata Khilafah tersebut sebagai ajaran dalam agama Islam.
"Kemudian disebutkan kalau ada komunis versi NKRI bagaimana? berbeda," ujar Ahmad Sobri di Studio TV One, Selasa (3/12/2019), dikutip dari YouTube Indonesia Lawyers Club.
"Komunis itu anti Tuhan, anti Pancasila, sedangkan Khilafah itu bagian dari ajaran Islam," jelasnya.
Ia mengatakan, Khilafah adalah syariat yang tak mungkin ditolak.
"Khilafah itu syariat Islam yang tidak mungkin kita tolak," katanya.
"Karena Nabi Muhammad SAW sudah terang-terangan mengatakan dalam hadisnya," jelas Ahmad Sobri.
Ia kemudian menjelaskan, Khilafah versi FPI itu adalah datangnya Imam Mahdi di akhir zaman.
"Nanti Khilafah atas bimbingan kenabian sesuai sunah, itu nanti di akhir zaman akan muncul, akan terjadi," ungkap Ahmad Sobri.
"Khalifah-nya Imam Mahdi disebut dan menjadi keyakinan," lanjutnya.
Jika dianggap sebagai anti Pancasila, Ahmad Sobri menilai pemerintah melihat kata Khilafah secara sempit.
"Soal yang dipermasalahkan oleh Pak Tito, masalah visi dan misi, Khilafah,"
"Ini yang menunjukkan bahwa pemerintah ini melihat kata Khilafah dari kaca mata yang sempit," ujarnya.
Menurutnya, arti kata Khilafah tersebut luas dan dinamis.
"Khilafah ini luas sekali, dan dinamis," katanya.
Ia menyebut permasalahan kata Khilafah tersebut seharusnya melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Diskusinya ini harusnya melibatkan MUI, bukan Kemendagri," jelas Ahmad Sobri.
"Justru Kementerian Agama sudah meneliti bahwa ternyata tidak ada masalah soal Khilafah versinya FPI," lanjutnya.
Senada dengan Ketua Umum DPP FPI itu, Kuasa Hukum FPI, Ali Abu Bakar Alatas membantah jika kata Khilafah tersebut ditujukan untuk satu kelompok dan satu pemikiran saja.
"Tapi yang salah dipahami, seolah-olah Khilafah ini hanya satu kelompok, hanya satu pemikiran," kata Ali di Studio Gedung Menara Kompas, Senin (2/12/2019), dikutip dari YouTube Kompas TV.
Ali mengatakan, untuk menyusun AD/ART tersebut, FPI perlu melakukan banyak kajian.
"Padahal dinamikanya banyak, kajiannya luar biasa banyak," lanjut Ali.
Ali menjelaskan bagaimana cerita awal dari kata Khilafah dalam AD/ART FPI itu.
"Asal mula kata itu sebenarnya dari keyakinan umat Islam, di penghujung zaman nanti akan datang yang namanya Imam Mahdi," ujar Ali.
"Kemudian untuk menyambut Imam Mahdi itu, kita berpikir apa yang bisa kita berikan, terus tidak bertentangan secara konstitusional, tidak bertentangan dengan realita yang ada," jelas Ali.
Ia kemudian menyatakan, Khilafah dalam AD/ART itu adalah versi dari FPI.
"Ada penjelasan dari Anggaran Rumah Tangga sebenarnya, penegakan Khilafah versi FPI itu bagaimana," katanya.
Menurutnya, FPI ingin mendorong negara-negara anggota Organisasi Kerja sama Islam (OKI).
Tujuan dari FPI itu untuk mendorong OKI memperkuat kerja samanya dalam bidang keuangan.
"Kita ini sebenarnya utamanya mendorong negara-negara OKI, kemudian memperkuat kerja samanya dalam bidang keuangan," jelas Ali.
(Tribunnews.com/Nuryanti)