TRIBUNNEWS.COM - Polemik perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI) terus bergulir di masyarakat.
Dikabarkan, wewenang persetujuan maupun penolakan SKT FPI berada di tangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Sebelumnya, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi telah memberi rekomendasi perpanjangan izin FPI.
Rekomendasi diberikan lantaran FPI telah menandatangani surat pernyataan setia terhadap NKRI dan Pancasila.
Menko Polhukam, Mahfud MD angkat bicara mengenai polemik ini, dalam program Indonesia Lawyers Club, Selasa (3/12/2019).
Diributkan Sejak Juni 2019
Mahfud MD menyebut persoalan SKT FPI tidak berlangsung baru-baru saja.
“Adalah keliru kalau mengatakan, ribut-ribut ini setelah tiga menteri ini bicara. Coba buka tuh sejak bulan Juni, keributan tentang SKT FPI, sudah diributin," ucapnya.
Tidak kunjung terbitnya SKT FPI ditegaskan Mahfud MD karena tidak memenuhi syarat.
"Karena tidak memenuhi syarat, itu di Kemendagri saya kira sudah berkali-kali bicara itu. Pak Tjahjo Kumolo (Mendagri sebelumnya) sudah mengatakan syaratnya belum (terpenuhi)," ucapnya.
Mahfud MD mengatakan, Mendagri Tito Karnavian menyoalkan rekomendasi yang dikeluarkan Menag sebelumnuya, Lukman Hakim.
"Tetapi, kira-kira seminggu sebelum kabinet diganti, Menteri Agama Lukman Hakim membuat rekomendasi, dipersoalkan oleh Mendagri yang baru."
"Kenapa rekomendasinya keluar padahal ada masalah AD/ART," ucapnya.
Mahfud MD menjelaskan, sesudah itu dirjen yang membuat surat rekomendasi dipanggil.
"Ia menyatakan khilaf karena salah prosedur," ucapnya.
Akhirnya, persoalan surat rekomendasi tersebut disepakati dikembalikan, dan dianggap tidak ada.
"Menteri Agama baru membuat rekomendasi baru. Katanya, sudah bisa diberi rekomendasi karena sudah membuat surat pernyataan akan setia pada Pancasila, tidak melanggar hukum setiap ada konstitusi," ucapnya.
Undang Fachrul Razi dan Tito Karnavian
Mahfud MD mengungkapkan, dirinya lantas memanggil Mendagri dan Menag pada Rabu (27/11/2019).
"Lalu saya undang dua-duanya pada hari Rabu yang lalu di kantor saya. Kemudian bersepakat, masalah yang melekat FPI itu adalah AD/ART."
"Oleh sebab itu, tidak bisa isi AD/ART diganti dengan surat pernyataan bermaterai," ujarnya.
Mahfud MD juga memaparkan perbedaan mendasar dari surat pernyataan dengan AD/ART.
"Surat pernyataan tidak diumumkan ke publik. Yang diumumkan ke dalam berita negara adalah AD/ART yang dibuat oleh notaris."
"Dan itu masih menimbulkan masalah, sehingga disepakati kembalilah ke Menteri Agama supaya diklarifikasi."
"Ini masalahnya pada AD/ART, bukan surat pernyataan," ujarnya.
SKT FPI Ditolak
Mahfud MD menyebutkan SKT FPI ditolak karena belum terpenuhinya persyaratan yang telah ditetapkan.
"Sebenarnya kita tidak mau ribut, diam-diam kita umumkan soal SKT FPI masih akan dipelajari lebih lanjut, itu bahasa halusnya. Artinya kan ditolak, karena syaratnya belum terpenuhi," ucapnya.
Mahfud MD menyebut pembahasan surat keterangan juga muncul saat Mendagri Tito rapat bersama Komisi II DPR, Kamis (28/11/2019).
"Tapi kenapa isu surat keterangan di atas materai itu muncul, karena hari Kamis, Pak Tito dicecar pertanyaan bersama DPR Komisi II."
"Dijelaskan oleh Pak Tito, itu karena hanya membuat surat pernyataan di atas materai. Sementara visi dan misi bagi pemerintah bermasalah," ujarnya.
Minta untuk Tidak Selalu Menyalahkan Pemerintah
Mahfud MD meminta pihak FPI untuk tidak selalu menyalahkan pemerintah.
"Jangan nyalah-nyalahin pemerintah terus dong, itu prosedurnya. Pak Tito harus menjawab di depan DPR."
"Meskipun kita bersepakat tidak usah ramai-ramai, panggil dulu FPI," ucapnya.
Syarat SKT
Dalam kesempatan tersebut, Mahfud MD juga menyebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi FPI untuk mendapat SKT.
"Syarat SKT itu ya, saya bacakan, akta notaris yang memuat AD/ART, kemudian memuat program kerja, lalu susunan pengurus, pernyataan kesediaan menjadi pengurus."
"Kemudian simbol-simbol tidak boleh melanggar hak cipta, ada NPWP, dan ada rekomendasi minat," ucapnya.
Rekomendasi minat dijelaskan Mahfud MD dibutuhkan FPI dari Menag.
"Rekomendasi Menteri Agama untuk ormas tidak berbadan hukum yang bergerak di bidang keagamaan. Jadi syarat dari Menag hanyalah satu dari sekian banyak syarat. Yang lain kan diperiksa satu per satu," pungkas Mahfud MD.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang Putranto)