TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jebloknya peringkat Indonesia dalam Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 menjadi petunjuk masih banyak hal yang harus dilakukan stake holder Pendidikan di tanah air.
Pemerintah pun diminta membuat langkah terobosan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bidang matematika, ilmu alam, dan pemahaman bacaan.
“Peringkat Indonesia yang menempati posisi 75 dari 80 negara menjadi indikator jika kemampuan rata-rata siswa kita dalam bidang matematika, ilmu alam, dan cara memahami bahan bacaan masih jauh tertinggal dibandingkan para siswa di banyak negara lain,” kata Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Rabu (4/12/2019).
Untuk diketahui PISA merupakan test standar global yang diselenggarakan oleh The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
10 besar negara yang mempunyai siswa dengan kemampuan rata-rata terbaik adalah China, Singapura, Macau, Hongkong, Estonia, Kanada, Finlandia, Irlandia, Korea Selatan, dan Polandia.
Indonesia secara global berada di peringkat 75 dari 80 negara yang berpartisipasi dalam test tersebut.
Sedangkan di Asia Tenggara peringkat Indonesia ada di bawah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand.
Huda menjelaskan persoalan Pendidikan di Indonesia memang kompleks. Baik pada aspek pemerataan akses Pendidikan, kompetensi guru, distribusi anggaran, hingga keterbatasan sarana dan prasana.
Kendati demikian berbagai persoalan tersebut tidak boleh menjadi penghalang upaya untuk menghadirkan Pendidikan berkualitas.
“Di sini dibutuhkan terobosan apakah dalam metode Pendidikan melalui perubahan kurikulum, penyederhanaan regulasi, atau penambahan alokasi anggaran,” ujarnya.
Politisi PKB ini mengingatkan jika Indonesia akan menghadapi bonus demografi dalam beberapa tahun mendatang.
Kondisi tersebut akan menimbulkan masalah besar, jika ternyata tidak dibarengi dengan perbaikan kualitas sumber daya manusianya.
“Bonus demografi bisa menjadi bencana, jika ternyata SDM yang kita hasilkan dari Lembaga Pendidikan kita tidak mampu membekali mereka untuk bersaing di dunia kerja,” katanya.
Huda kembali mengingatkan agar ada evaluasi distribusi anggaran Pendidikan yang mencapai Rp500 triliun dalam setiap tahun. Anggaran tersebut relatif besar jika distribusinya fokus dan terkontrol dalam satu kementerian.
“Selama ini anggaran tersebut terdistribusi dalam banyak pintu Kementerian/Lembaga (K/L) atau pemerintah daerah yang terkadang fokus penggunanya tidak sama satu dengan yang lainnya. Kondisi ini harus diperbaiki ke depan,” katanya.