Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bawaslu RI Abhan ingin ada penguatan kewenangan penjatuhan sanksi pelanggaran administratif dibanding sanksi pidana di Pemilu ke depan.
"Harus diperkuat kewenangan Bawaslu dalam pelanggaran administratif," kata Abhan di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2019).
Sebab ia menilai penjatuhan sanksi administratif lebih memerlukan waktu singkat daripada proses pidana. Sebab dalam kasus pidana, unsur kejaksaan dan kepolisian juga turut terlibat. Sehingga dipastikan proses penyelesaian perkara bakal memakan waktu lebih panjang.
Lebih baik, kata Abhan, pemerintah memberikan kewenangan lebih luas lagi kepada Bawaslu, agar proses pidana yang sedemikian panjangnya bisa dipangkas lewat proses satu komando.
"Itu nanti diberikan kewenangan oleh Bawaslu untuk menilai dan memberikan sanksi administratif karena kalau pidana proses yang panjang, (libatkan) polisi dan jaksa penuntut umum," ujar dia.
Upaya satu komando ini disebutnya juga akan berdampak pada keringanan kerja Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab perkara tersebut bisa langsung ditangani oleh Bawaslu pada tahap pertama.
Abhan pun mengungkap sengketa Pemilu di MK pada 2019 mengurang jauh dibanding tahun 2014.
"Kami kemarin melakukan kewenangan penanganan administratif dalam proses pemilu bisa mengurangi sengketa hasil ke MK. Jadi pada 2014, peserta pemilu ada 14 waktu itu gugatan sengketa ke MK sampai 900-an. Tahun 2019 ada 16 parpol, dapil juga luas itu sekitar 300 sengketa saja. Karena proses ini sudah sebagian kita selesaikan dengan kewenangan administratif yang diberikan kepada Bawaslu," pungkas dia.