News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Divonis 4,5 Tahun Penjara, Mantan Bupati Talaud Singgung Anaknya Ingin Jadi Hakim

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Fajar Anjungroso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati nonaktif Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip menjalani sidang pertama setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019). Sri diduga menerima suap berupa barang mewah senilai ratusan juta rupiah terkait proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Talaud. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip, merasa tidak mendapatkan keadilan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (9/12/2019).

Dia menyampaikan pernyataan sikap setelah persidangan itu berlangsung.

Hal ini setelah majelis hakim yang dipimpin Syaifudin Zuhri menjatuhkan vonis berupa pidana penjara selama empat tahun enam bulan dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan terhadap Sri Wahyumi.

Majelis hakim menyatakan Sri Wahyumi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut terkait kasus suap pekerjaan Revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo tahun anggaran 2019 di Kabupaten Kepulauan Talaud.

Setelah pembacaan putusan majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk mengajukan banding.

"Berdasarkan hasil musyawarah terdakwa dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi pidana. Terhadap putusan ini saudara punya hak untuk menerima atau kalau ragu pikir-pikir dulu atau tidak terima bisa menyatakan banding," kata Syaifudin.

Di kesempatan itu, Sri Wahyumi sempat berkomunikasi dengan tim penasihat hukum. Setelah berkomunikasi dengan tim penasihat hukum, dia menyatakan pendapat terhadap putusan tersebut.

Baca: Terbukti Terima Suap, Mantan Bupati Talaud Divonis 4,5 Tahun Penjara

"Yang mulia, izinkan saya di akhir putusan ingin statement closing. Ini juga sebagai bentuk pernyataan sikap pada putusan perkara. Hadir orang tua dan anak saya Dian Fernando. Kuliah di Fakultas Hukum. Ingin menggantikan papanya sebagai hakim. Ini pembelajaran bagi dia untuk membela yang benar," kata dia.

Sri Wahyumi sempat melihat ke belakang ke arah tempat anaknya dan ibunya duduk di kursi pengunjung sidang.

"Izinkan saya, Fernando, ini anak saya kuliah di Fakultas Hukum," ujar Sri Wahyumi melihat kepada anaknya. Lalu, anak Sri Wahyumi pun berdiri dari tempat duduk.

"Saya menghargai atas putusan majelis hakim. Meskipun saya salah, mohon maaf ini tidak adil. Satu hari saya tidak layak untuk dihukum. Fakta persidangan terbukti saya tidak korupsi uang negara. Saya tak terima gratifkasi dan janji," ungkapnya.

Dia menilai majelis hakim tidak mempertimbangkan fakta persidangan.

"Fakta persidangan meringankan tidak dibacakan, putusan tidak adil. Atas putusan vonis saya terima kasih dan saya akan menerima dan jalani, meskipun belum mendapat keadilan saya doa kepada Tuhan semoga diberi keadilan. Saya berdoa hakim dan keluarga diberkati dan diberi berkat melimpah," ujarnya.

Sementara itu, dia menuding, jaksa dan pihak KPK mempunyai dendam terhadap dirinya.

"Titipan untuk jaksa, dalam perkara ini kurang menarik, karena saya didakwa dituntut karena membuat penyidik dendam. Sejak 2016, KPK sudah mengincar saya. Dakwa, tuntut yang saya lakukan korupsi. Itu menarik buat saya," tegasnya.

Sementara itu, JPU pada KPK mempertimbangkan mengajukan banding. "Pikir-pikir," kata Jaksa.

Setelah itu, persidangan berakhir, Sri Wahyuni segera berjalan menuju ke tempat duduk anaknya dan ibunya. Dia memeluk erat anaknya yang menempuh pendidikan di Universitas Sam Ratulangi Manado itu.

"Masih ada keadilan di tempat lain," tambah Sri Wahyumi

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini