TRIBUNEWS.COM - Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) mengkritisi langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membolehkan mantan narapidana korupsi untuk maju dalam Pilkada 2020.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mempertanyakan komitmen partai politik jika kembali mencalonkan mantan narapidana korupsi untuk Pilkada.
Meski kecewa, KPK tidak bisa berbuat banyak karena bukan ranah dari KPK untuk menerbitkan peraturan pemilu.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang memberikan pertanyaan terkait hal yang harus lebih dipikirkan sebelum memutuskan narapidana korupsi dapat maju ke Pilkada 2020.
"Tidak komit. Karena itu ada kaitan dengan apa memang benar tidak ada kaderisasi? Apa memang benar tidak ada rekruitmen? Apa kemudian kode etiknya seperti itu? Apakah itu etik?" tanya Saut Situmorang disampaikan ke wartawan, dilansir dari KompasTV, Minggu (8/12/2019).
"Jadi sekali lagi sebaiknya memang kalau kita komit dengan rekomendasi KPK itu tidak dilakukan," sambungnya.
Saut mengungkapkan, adanya pemilihan memang berdasarkan hati nurani rakyat, rakyat mau memilih atau tidak memilih.
"Tetapi kalau rakyatnya dikasih pilihan yang nggak ada pilihan lain mau gimana?" sangkal Saut.
Sebelumnya, Komisioner KPU Ilham Saputra menyatakan diperbolehkannya mantan napi korupsi mengikuti Pilkada 2020 tidak akan menyurutkan semangat anti korupsi di tubuh KPU.
Diperbolehkannya mantan napi korupsi mengikuti Pilkada karena KPU ingin berfokus dalam tahap pencalonan Pilkada 2020.
Lebih lanjut, KPU tidak ingin terganggu dengan waktu pendaftaran yang semakin mepet.
Mendagri Nilai Wacana Eks Koruptor Dilarang Ikut Pilkada Bisa Kebiri Hak Politik
Keinginan KPU untuk melarang mantan koruptor ikut pemilihan kepala daerah ditanggapi oleh Kementerian Dalam Negeri.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut larangan tersebut dapat mengebiri hak politik seseorang.
"Konteksnya dengan napi tadi. Narapidana kita mau mengambil prinsip mana?" kata Tito dilansir dari YouTube KompasTV pada Kamis (7/11/2019).
Menurut Tito ada 2 langkah yang bisa dilakukan dalam menyikapi korupsi di pemerintahan.
Yaitu dengan hukuman perampasan hak politik atau memberikan rehabilitasi pada napi koruptor dan memberi kesempatan untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah.
Kedua langkah tersebut nantinya akan didiskusikan Tito bersama sejumlah tokoh masyarakat.
Sebelumnya Komisi Pemilihan Umum mengajukan draf peraturan KPU atau PKPU dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR.
Salah satunya mengenai larangan mantan terpidana kasus korupsi mencalonkan diri dalam Pilkada Serentak 2020.
Pada Pemilihan Legislatif 2019 KPU juga sempat mengeluarkan larangan mantan koruptor untuk ikut dalam kontestasi tersebut.
Namun aturan tersebut akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung dengan alasan pelarangan tersebut tidak ada di dalam Undang-Undang Pemilu. (*)
(Tribunnews.com/Nidual 'Urwatul Wutsqa)