TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Demokrat Dede Yusuf Macan Effendi mendukung kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menghapus Ujian Nasional (UN).
Karena ada pergeseran penerapan UN dari alat ukur atau tes standarisasi kemampuan menjadi indikator kelulusan bagi para siswa.
"UN itu asalnya bukan untuk indikator kelulusan. Melainkan alat ukur atau test standarisasi kemampuan. Namun dalam perkembangannya berubah menjadi standar kelulusan," ujar politikus Demokrat ini kepada Tribunnews.com, Rabu (11/12/2019).
Baca: Digitalisasi Pendidikan: Harapan untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa
Jadi banyak sekolah, Kabupaten, Provinsi yang memaksakan agar seolah-olah para siswanya lulus semua.
Alhasil para siswa jadi sekedar menghapal jawaban yang akan keluar, demi mengejar target kelulusan.
Kekeliruan itulah menurut Dede Yusuf, harus diubah oleh pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Baca: Komisi X DPR akan Tanyakan Kebijakan Penghapusan UN ke Nadiem Makarim
Nadiem mengatakan, UN akan dihapus dan digantikan dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.
Dia mengingatkan, agar dalam penerapan paradigma survei kemampuan, juga memperhatikan wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).
Karena antara daerah urban dan wilayah 3T itu pasti berbeda pola pendidikan, sarpras, kompetensi.
Baca: Nadiem Sederhanakan RPP untuk Guru Menjadi Hanya Satu Halaman
"Karena itu paradigma survei kemampuan, apakah perlu semua siswa? Atau cukup sampling saja. Karena antara daerah urban dengan daerah 3T juga akan berbeda pola pendidikan, sarpras, kompetensi. Jadi tidak bisa disamakan," jelasnya.
Dia juga tidak mau, pengganti UN malah akan membebani para siswa, misalnya untuk mengikuti les dan bimbingan belajar lantaran harus mengejar level yang ditetapkan sekolah masing-masing.
Dia pun menjelaskan, wacana penghapusan UN masih belum belum pernah dibahas Nadiem Makarim bersama Komisi X DPR.