TRIBUNNEWS.COM - Pegawai anak perusahaan Garuda Indonesia, Gapura Angkasa, Edi Lesmana menjelaskan bagaimana Ari Askhara selama menjabat sebagai Direktur Utama.
Hal tersebut diungkapkan Edi dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang videonya diunggah di kanal YouTube 'Indonesia Lawyers Club', Selasa (10/12/2019).
Edi menjelaskan Ari Askhara menjadikan Gapura Angkasa sebagai tong sampah.
Yakni tempat untuk 'membuang' orang-orang yang dianggap Ari Askhara memiliki kesalahan.
Edi memberikan contoh satu kasus yang pernah terjadi.
Yaitu seseorang yang memiliki jabatan sebagai Vice President (VP) atau wakil ketua dibuang ke Gapura Angksa.
Padahal menurut keterangan yang diberikan oleh Edi, gaji seorang VP di Garuda mencapai Rp 46 juta.
Sedangkan di Gapura Angkasa sebagai anak perusahaan tidak terdapat gaji sejumlah nominal tersebut.
Edi menuturkan kebijakan tersebut membuat sistem Gapura Angkasa terganggu dan menjadi berantakan.
"Selama ini, selama kepemimpinan Pak AA ini, Gapura ini menjadi tong sampah," tutur Edi.
"Tong sampahnya apa? setiap ada orang yang punya kesalahan dibuangnya ke Gapura."
"Contoh ada jabatan VP yang tidak cocok dengan dia maka dibuang ke Gapura, VP di Garuda itu gajinya Rp 46 juta, di Gapura tidak ada yang gajinya segitu," jelas dia.
"Jadi selama tiga bulan dia di Gapura, digaji sebanyak Rp 46 juta sehingga membuat sistem di kami ini menjadi berantakan," imbuhnya.
Edi juga menuturkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Gapura Angkasa tidak dapat menerima orang luar secara mudah masuk ke perusahaan.
Namun justru Ari Askhara memerintahkan Direktur Personalia Garuda, yakni Heri Akhyar untuk melakukan pemindahan tugas pegawai.
"Sementara kami punya PKB, tidak bisa menerima orang luar langsung masuk seperti itu," terang Edi.
"Karena PKB kita mem-protect orang luar masuk ke sini tanpa alasan apapun."
"Tapi anehnya si AA ini memerintahkan Direktur Personalianya inisialnya HA memerintahkan masuk ke Gapura," tambahnya.
Tidak hanya itu, pegawai yang berasal dari cucu perusahaan Garuda juga masuk ke Gapura Angkasa dan menjabat sebagai VP.
Edi mengatakan sebenarnya Gapura Angkasa dapat menolak, namun Direktur Utama (Dirut) tidak dapat melakukan apapun.
Karena tekanan dari Ari Askhara terlalu berat bagi mereka yang ingin melakukan penolakan.
Edi menuturkan, pegawai yang berani melawan nantinya harus siap diganti.
Hal tersebut terbukti dengan jabatan Dirut di Gapura Angkasa semuanya merupakan pelaksana tugas (Plt).
Dirut Gapura Angkasa posisinya ditukar dengan pemimpin Aero Wisata (AWS) yang juga merupakan anak perusahaan Garuda.
Sehingga Dirut AWS bekerja di Gapura Angkasa dan sebaliknya.
"Sekarang terjadi lagi Pak, seorang cucu perusahaan masuk sekarang menjadi VP di Gapura Angkasa," terang Edi.
"Menurut kami Gapura Angkasa seharusnya bisa menolak tapi direksi kami tidak bisa berperan, karena tekanan AA terlalu tinggi, siapapun yang melawan dia akan diganti."
"Dan terbukti saat ini Dirut kami Plt semua. Jadi Dirut kami ditukar ke AWS, Dirut AWS datang ke kami," tandasnya.
Edi juga menuturkan, secara peraturan, Dirut AWS yang berada di Gapura Angkasa tidak memiliki kewenangan apapun.
Kemudian apabila pegawai Gapura Angkasa ingin meminta tanda tangan Dirut mereka harus menuju AWS, dan sebaliknya.
"Secara konstitusi Dirut ini tidak memiliki peran apa-apa untuk membuat sebuah kebijakan," cerita Edi.
"Jadi kalau mau tanda-tangan harus ke AWS, karena secara konstitusi Dirutnya masih di sana."
"Kok unik perusahaan ini bisa bertukar begini," imbuhnya.
Edi berharap jajaran Komisaris Garuda maupun pihak yang berwenang dapat menyikapi tindakan yang telah dilakukan Ari Askhara tersebut.
Karena Edi menginginkan Gapura Angkasa dapat terus berkembang, kondisi kedua anak perusahaan Garuda saat ini memiliki pimpinan yang tidak mempunyai kewenangan apapun.
(Tribunnews.com/Febia Rosada Fitrianum)