Pasalnya, Mahfud MD juga menyebut hukuman mati untuk koruptor sudah diatur dalam Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Sebetulnya kan sudah ada hukuman mati," ungkap Mahfud MD.
Mahfud MD pun telah menyetujui gagasan hukuman mati bagi koruptor sejak lama, khususnya korupsi besar yang terbukti dilakukan karena keserakahan.
"Koruptor itu bisa dilakukan hukuman mati kalau dilakukan pengulangan," katanya.
Menurutnya, hukuman mati itu bisa diterapkan jika koruptor tersebut selain melakukan pengulangan juga melakukan korupsi saat terjadi bencana.
"Atau melakukan korupsinya ada bencana, itu sudah ada," jelasnya.
Namun, ia mengungkapkan, kriteria bencana yang dimaksud tersebut belum ada rumusannya.
"Tapi kriteria bencana itu sekarang belum dirumuskan," tambah Mahfud MD.
Mahfud MD mengatakan sudah ada perangkat hukum yang mengatur sebelumnya.
"Kalau itu mau diterapkan, saya kira tidak ada Undang-undang baru, karena perangkat hukum yang tersedia sudah ada," ujar Mahfud MD.
Sehingga, menurutnya, pemerintah akan setuju untuk menerapkan, karena sudah ada dalam Undang-Undang yang mengaturnya.
"Kalau sudah masuk ke dalam Undang-undang, artinya pemerintah setuju, itu sudah ada di Undang-undang," jelasnya.
Namun, ia berujar untuk penerapan peraturan hukuman tersebut, Mahfud menyebut itu adalah urusan hakim yang memutuskan.
Menurutnya, kadang hakim yang memutuskan memberi hukuman kepada koruptor dengan hukuman yang ringan.
"Tetapi karena itu urusan hakim, kadangkala hakimnya malah mutus gitu," katanya.
"Kadangkala hukumannya ringan sekali, dipotong lagi, dipotong lagi," lanjut Mahfud.
Sehingga, penerapan hukuman mati koruptor tersebut menjadi urusan pengadilan.
"Itu urusan pengadilan, di luar urusan pemerintah," jelasnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti)