TRIBUNNEWS.COM - Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Buya Syafii Maarif meminta pemerintah jangan tergesa-gesa menerapkan penghapusan Ujian Nasional.
Rencana penghapusan Ujian Nasional dalam program kebijakan 'Merdeka Belajar' yang akan diterapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim ditanggapi oleh Buya Syafii Maarif.
Syafii Maarif meminta agar pemerintah meninjau ulang dan berhati-hati.
"Harus hati-hati. Ndak segampang itu," tegas Syafii Maarif, dilansir dari Youtube KompasTV, Kamis (12/12/2019).
Buya Syafii Maarif meminta kebijakan ini harus ditinjau dari segala perspektif.
Adanya Ujian Nasional menurutnya penting untuk menjaga mutu pendidikan di Indonesia.
"Kalau tidak begitu [tidak ada Ujian Nasional], nanti para murid tidak sungguh-sungguh lagi," tutur Syafii Maarif.
Syafii Maarif meminta agar penerapan kebijakan atas penghapusan Ujian Nasional di Indonesia harus benar-benar dipertimbangkan.
"Jangan-tergesa-gesa. Dikaji ulang secara mendalam," ujarnya.
Sementara itu, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) telah mengungkapkan secara tegas tak setuju adanya rencana penghapusan Ujian Nasional ini.
JK menganggap penghapusan Ujian Nasional dapat membuat semangat belajar siswa bisa menurun.
Ia berpandangan adanya penghapusan Ujian Nasional nanti akan membuat siswa tidak bekerja keras.
"Jangan menciptakan generasi muda yang lembek," tukas Jusuf Kalla dilansir dari Youtube KompasTV pada Kamis (12/12/2019).
Ia berpendapat agar siswa supaya tetap belajar, sebab Ujian Nasional itu penting.
Tak banyak berkomentar, Jusuf Kalla mengatakan akan menjelaskan dikemudian hari.
Sebelumnya Jusuf Kalla pernah beranggapan bahwa UN masih relevan diterapkan.
Alasannya UN dapat menjadi tolok ukur terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.
Pihaknya mengatakan, apabila dilakukan penghapusan UN maka pendidikan Indonesia akan kembali seperti sebelum tahun 2003.
Saat UN belum diberlakukan oleh Kemendikbud, tidak ada standar mutu pendidikan nasional.
Sebelum tahun 2003 tersebut diketahui sistem kelulusan siswa menggunakan rumus dongkrak.
Hal itu membuat hampir semua peserta didik diluluskan pihak sekolah.
JK berpendapat bahwa UN memang harus dievaluasi setiap tahunnya.
Akan tetapi yang harus diperbaiki itu adalah hasil pendidikannya.
Walau akhirnya menjadi polemik, diketahui Presiden Joko Widodo telah mendukung adanya sistem kebijakan Nadiem Makarim ini.
Presiden Jokowi menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan Nadiem Makarim 'Merdeka Belajar'.
Pihaknya pun menyatakan dukungan atas penghapusan Ujian Nasional yang dikeluarkan oleh Nadiem Makarim.
"Sudah tidak ada UN lagi. Nanti di tahun 2021 akan diganti dengan yang namanya Asesmen Kompetensi," kata Presiden Jokowi.
Ia menjelaskan sistem Asesmen Kompetensi Minimum akan diterapkan untuk mengganti Ujian Nasional mendatang.
"Artinya yang diasesmen adalah sekolah, yang di asesmen adalah nanti guru-guru. Dan juga ada yang namanya survei karakter," ujarnya.
Jokowi juga menyebut adanya survei karakter dapat dijadikan sebagai sebuah evaluasi pendidikan.
Lebih luas, survei karakter dapat melihat perkiraan level pendidikan yang sudah dicapai.
Bahkan presiden ke-7 tersebut mengungkap sistem dari kebijakan Nadiem Makarim ini sudah dihitung dan dikalkulasi.
Oleh karenanya, ia mendukung keputusan Nadiem untuk pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik.
Presiden menyebut sistem Asesmen Kompentensi Minimum sebagai pengganti Ujian Nasional diharapkan bisa menjadi tolok ukur kualitas pendidikan yang ada di tanah air. (*)
(tribunnews.com/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)