TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo menyebut jika kebijakan ekspor benih lobster sama dengan komoditas tambang nikel.
Menurut Edhy prinsip kebijakan membuka ekspor benih lobster sama dengan ekspor bijih nikel.
Edhy pun menilai pembahasan aturan perdagangan benih lobster harus didiskusikan dengan kepala dingin supaya menemukan solusi yang terbaik.
Edhy juga menyebutkan banyaknya penyelundupan benih lobster untuk di ekspor mengkhawatirkan dapat mengganggu ekosistemnya di alam.
Sementara banyak nelayan kecil yang meganggantungkan hidup dari benih lobster.
Untuk itu, saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah mengkaji dan merumuskan ulang peraturannya.
Menurut Edhy, tingkat kelangsungan hidup (survival rate/SR) benih lobster di alam hingga dewasa hanya mencapai 1%.
Data tersebut ia dapat berdasarkan komunikasi dengan para ahli.
Untuk itu, perlunya mengoptimalkan pemanfaatannya dengan upaya pendukung.
“Benih lobster ini kalau tidak kita besarkan sendiri atau kita tidak lakukan pemanfaatannya, dia secara alamiah yang hidup itu maksimal 1%, bahkan di beberapa penelitian tidak sampai 1%,” katanya yang dikutip dari Website kkp.go.id.
Edhy mengatakan tugasnya saat ini mencari jalan keluar soal perdagangan benih lobster.
Menurutnya, sudah ada beberapa kebijakan yang muncul.
Seperti legalisasi pembesaran benih lobster hingga ekspor benih lobster.
Namun hingga kini, berbagai pilihan itu masih dalam tahap pembahasan, belum diputuskan.
“Ada opsi untuk ekspor, apakah solusi itu benar? Apakah tepat ekspor 100%? Saya tidak akan setuju kalau mau tanya sikap saya,"
"Saya maunya dibesarkan 100% di Indonesia karena itulah potensi kita dan akan mendapatkan nilai tambah yang besar,” tegasnya.
Sementara itu, Menteri KKP sebelumnya, Susi Pudjiastuti menanggapi pernyataan Edhy Prabowo yang menyamakan ekspor lobster dengan nikel.
Susi mengatakan melalui akun Twitter pribadinya di @susipudjiastuti pada Selasa (17/12/2019).
"Nikel adalah SDA yg tidak renewable/ yg bisa habis. Lobster adalah SDA yg renewable, yg bisa terus ada & banyak kalau kita jaga!!!!!" tulis Susi dalam cuitannya.
Susi menuturkan menyamakan lobster dengan nikel tidak sebanding.
Pasalnya, menurut Susi, nikel itu benda mati tidak bisa beranak pinak dan jika diambil akan habis.
Sedangkan lobster adalah makhluk bernyawa, yang bisa berkembang biak.
Baca: Heboh Izin Ekspor Benih Lobster Dibuka Lagi, Kementerian Kelautan Bilang Baru Sebatas Kajian
Susi pun menuturkan jika kita menjaga habitat dan keberlanjutan bibit lobster di alam maka akan tetap ada untuk diambil bangsa Indonesia.
Dalam cuitannya, Susi juga menyoroti soal kelebihan lobster yang lain, yakni bisa ditangkap dengan mudah dengan pancing atau bubu dari nelayan kecil di pesisir.
Untuk itu, pengambilan lobster tidak perlu menggunakan kapal besar atau alat moder yang lain.
Susi menekankan negara wajib untuk menjaga keberlangsungan hidup para nelayan kecil dengan baik dan benar.
Oleh sebab itu, Susi menekankan melarang pengelolaan Sumber Daya Alam yang bisa diperbarui secara instan dan masif.
Susi bahkan mengecam dalam cuitannya terkait pengambilan plasmanutfahnya.
Ia mengaitkan dengan berita sebelum tahun 2000an, lobster berukuran lebih dari 100 gram di Pangandaran bisa didapatkan 3 sampai 5 ton perhari saat musimnya.
Namun pada saat ini 100 kilogram perhari saja tidak ada.
Baca: Harga Lobster Bisa Semahal Harley Davidson, Kok Bisa?
Susi juga menyoroti hal tersebut di daerah lain seperti Pelabuhan Ratu, Jogja Selatan, Jawa hingga Sumatera.
"Dulu 15 thnan yg lalu Lobster masih Min 300 sd 500 Kg bahkan Ton. Satu nelayan pancing bisa dapat 2kg sd 5kg/hari. Sekarang mrk hanya dapat 1 atau 2 ekor saja. Lobster tlh berkurang banyak" tulis Susi dalam cuitannya.
Lantas Susi menyoroti Negara Luar seperti Australia, India dan Cuba yang tidak mengambil bibit lobster.
Menurutnya lobster besar bisa menjadi induk yang produktif.
Susi menyebut negara tetangga tidak membudidayakan dan tidak mengekspor bibit lobster.
Susi juga menekankan begitu karena Lautan NKRI kaya akan ribuan jenis ikan, udang, crustacean dan lain-lain.
Apalagi persoalan tentang potensi dan perdagangannya.
Namun sudah 3 tahun yang lalu yang selalu menjadi persoalan tidak jauh-jauh tentang bibit lobster ekspor dan budidayanya.
Baca: Susi Pudjiastuti Sebut Lobster Bernilai Ekonomi Tinggi: Nelayan Tak Boleh Bodo, Rugi Bila Dibiarkan
Lalu juga soal penenggelaman kapal pencuri ikan dan kapal asing.
Susi menekankan jika ia sudah menjawab persoalan mengenai bibit lobster dari beberapa tahun yang lalu.
Di akhir cuitannya, susi mengingatkan jika Djuanda dan UNCLOSE 1982 sudah memberikan NKRI kedaulatan laut sampai 200 NM sebagai Zona Ekonomi Eksklusifnya untuk kesejahteraan bangsa.
(Tribunnews.com/Maliana)