News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Suap di Kementerian Agama

Margarito Kamis: Status Ketua Umum Partai dan Anggota DPR Berbeda

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama Romahurmuziy bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (11/12/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan 5 orang saksi yang salah satunya Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa terkait kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus suap jual-beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama yang menjerat terdakwa mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy.

Pada Rabu (18/12/2019) ini, sidang beragenda pemeriksaan saksi dan ahli yang dihadirkan tim penasihat hukum Romahurmuziy.

Mereka yaitu, ahli hukum tata negara, Margarito Kamis, ahli hukum pidana islam, Muhammad Nurul Irfan, dan ahli hukum pidana, Choirul Huda.

Baca: KPK Sebut Kerugian Negara Akibat Kasus Korupsi Kemenag 2011 Sebesar Rp16 Miliar

Margarito Kamis meminta majelis hakim untuk membedakan status Romahurmuziy saat masih menjadi anggota DPR dan menjadi ketua umum partai saat melakukan kegiatan.

Menurut dia, dua status itu mempunyai konsekuensi hukum berbeda. Apabila tidak dibedakan antara anggota DPR dan ketua umum partai, kata dia, majelis hakim tidak proporsional melihat masalah.

“Dapat dibedakan status anggota DPR dengan ketua umum partai, tegas saya berpendapat, dua soal ini diatur dalam UU yang berbeda. Ini cukup rumit, maka perlu jeli betul melihat ini," kata dia, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (18/12/2019).

Baca: Komunikasi Khofifah dengan Romahurmuziy Terkait Posisi Kakanwil Kemenag Jatim

Dia menjelaskan adminitrasi kesekjenan DPR selalu melekat pada kegiatan anggota DPR. Tidak hanya di persidangan, namun juga pada saat anggota dewan itu reses.

Dia mengungkapkan apabila anggota DPR turun ke daerah saat reses adalah perintah kesekjenan, semua pembiayaan dapat diadministrasikan.

"Sehingga jika menghadiri tahlilan misalnya saat menjalankan tugas DPR dan menerima bingkisan, itu dilarang,” kata dia.

Dalam hal ini, kata dia, berbeda dengan posisi sebagai politisi atau bahkan ketum partai yang sedang turun ke daerah untuk menyerap aspirasi masyarakat atau konstituen.

Pada saat menjalankan fungsi sebagai politisi ini, dia menambahkan, maka seseorang itu bertindak bukan sebagai anggota DPR. Dalam hal ini, dia menjalankan salah satu fungsi partai politik melakukan artikulasi dan menyerap aspirasi-aspirasi rakyat

“Jika seorang melakukan fungsi sebagai ketua partai dalam menyerap aspirasi, maka tidak terkait suap menyuap. Misalnya saat Ketum Partai mendapatkan oleh-oleh dari ketua wilayah, maka itu tidak apa-apa,” tambahnya.

Untuk diketahui, JPU pada KPK mendakwa mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy, menerima suap senilai total Rp 416,4 Juta pada perkara suap pengisian jabatan di lingkungan Kementerian Agama.

Baca: Lukman Hakim Kerap Berkomunikasi dengan Romahurmuziy Soal Lowongan Jabatan di Kementerian Agama

Pemberian suap tersebut dari Haris Hasanuddin, mantan Kepala Kantor Kemenag Provonsi Jawa Timur, senilai Rp 325 Juta dan Muh. Muafaq Wirahadi, mantan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik memberi Rp 91,4 Juta.

Atas perbuatan itu, Romy dianggap melanggar Pasal 12 huruf b atau 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini