TRIBUNNEWS.COM - Wacana Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo akan merevisi aturan yang melarang ekspor lobster kembali ramai.
Menteri KKP sebelumnya, Susi Pudjiastuti terang-terangan menyampaikan ketidaksetujuannya jika Indonesia mengekspor benih lobster.
Di masa kepimpinannya dahulu, bahkan Susi membuat Peraturan Menteri (Permen) untuk membatasi ekspor lobster.
Itu tertuang dalam Permen Nomor 56 Tahun 2016, tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.
Dalam Permen tersebut, ekspor dapat dilakukan jika memenuhi dua unsur.
Yakni tidak dalam kondisi bertelur dan ukuran panjang karapas diatas delapan cm atau diatas 200 gram per ekor.
Ada pula pengecualian untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan pengembangan.
Dalam Permen di Pasal 7 disebutkan, setiap orang dilarang menjual benih lobster untuk budidaya.
Bagi orang yang melakukan ekspor lobster maka akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan.
Dari website resmi KKP.go.id, sanksi bagi para penangkap dan pedagang lobster dibagi menjadi 3, di antaranya:
1. Ancaman pidana minimal 3 tahun dan dendo 150 juta rupiah apabila melanggar pasal 5, 6, 7,9, 21, 25 Undang – Undang No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
2. Ancaman pidana minimal 1 tahun dan denda 250 juta rupiah karena melanggar pasal 14 Undang – Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan.
3. Ancaman pidana 3 – 10 tahun denda 3 – 10 milyar (kesengajaan) dan pidana 1 – 3 tahun denda 1 – 3 milyar (kelalaian) karena melanggar pasal 67, 68 (kewajiban orang dan usaha) dan pasal 69 Undang – Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sebelumnya diberitakan, Susi Pudjiastuti mengkritik kebijakan Menteri Edhy soal ekspor benih lobster.
Susi mengatakan melalui akun Twitter pribadinya di @susipudjiastuti pada Selasa (17/12/2019).
"Nikel adalah SDA yg tidak renewable/ yg bisa habis. Lobster adalah SDA yg renewable, yg bisa terus ada & banyak kalau kita jaga!!!!!" tulis Susi dalam cuitannya.
Susi menuturkan menyamakan lobster dengan nikel tidak sebanding.
Pasalnya, menurut Susi, nikel itu benda mati tidak bisa beranak pinak dan jika diambil akan habis.
Sedangkan lobster adalah makhluk bernyawa, yang bisa berkembang biak.
Baca: Heboh Izin Ekspor Benih Lobster Dibuka Lagi, Kementerian Kelautan Bilang Baru Sebatas Kajian
Dalam cuitannya, Susi juga menyoroti soal kelebihan lobster yang lain, yakni bisa ditangkap dengan mudah dengan pancing atau bubu dari nelayan kecil di pesisir.
Untuk itu, pengambilan lobster tidak perlu menggunakan kapal besar atau alat modern yang lain.
Susi menekankan negara wajib untuk menjaga keberlangsungan hidup para nelayan kecil dengan baik dan benar.
Oleh sebab itu, Susi menekankan melarang pengelolaan Sumber Daya Alam yang bisa diperbarui secara instan dan masif.
Susi bahkan mengecam dalam cuitannya terkait pengambilan plasmanutfahnya.
Ia mengaitkan dengan berita sebelum tahun 2000an, lobster berukuran lebih dari 100 gram di Pangandaran bisa didapatkan 3 sampai 5 ton perhari saat musimnya.
Namun pada saat ini 100 kilogram perhari saja tidak ada.
Baca: Harga Lobster Bisa Semahal Harley Davidson, Kok Bisa?
Susi juga menyoroti hal tersebut di daerah lain seperti Pelabuhan Ratu, Jogja Selatan, Jawa hingga Sumatera.
"Dulu 15 thnan yg lalu Lobster masih Min 300 sd 500 Kg bahkan Ton. Satu nelayan pancing bisa dapat 2kg sd 5kg/hari. Sekarang mrk hanya dapat 1 atau 2 ekor saja. Lobster tlh berkurang banyak" tulis Susi dalam cuitannya.
Lantas Susi menyoroti negara luar seperti Australia, India dan Cuba yang tidak mengambil bibit lobster.
Menurutnya lobster besar bisa menjadi induk yang produktif.
Susi menyebut negara tetangga tidak membudidayakan dan tidak mengekspor bibit lobster.
Susi juga menekankan begitu karena Lautan NKRI kaya akan ribuan jenis ikan, udang, crustacean dan lain-lain.
Apalagi persoalan tentang potensi dan perdagangannya.
Namun sudah 3 tahun yang lalu yang selalu menjadi persoalan tidak jauh-jauh tentang bibit lobster ekspor dan budidayanya.
Baca: Susi Pudjiastuti Sebut Lobster Bernilai Ekonomi Tinggi: Nelayan Tak Boleh Bodo, Rugi Bila Dibiarkan
Lalu juga soal penenggelaman kapal pencuri ikan dan kapal asing.
Susi menekankan jika ia sudah menjawab persoalan mengenai bibit lobster dari beberapa tahun yang lalu.
Di akhir cuitannya, susi mengingatkan jika Djuanda dan UNCLOSE 1982 sudah memberikan NKRI kedaulatan laut sampai 200 NM sebagai Zona Ekonomi Eksklusifnya untuk kesejahteraan bangsa.
(Tribunnews.com/Maliana)