TRIBUNNEWS.COM - Majunya Gibran Rakabuming putra sulung Presiden Jokowi menjadi bakal calon Wali Kota Solo menuai kritikan dari berbagai pihak.
Gibran dianggap terlalu terburu-buru untuk maju di Pilkada 2020.
Apalagi, Gibran dianggap belum memiliki pengalaman politik yang cukup.
Dilansir Kompas.com, pakar politik dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, M Yulianto menilai langkah Gibran berpotensi membuat rusaknya sistem kaderisasi di PDIP.
"Kalau dibiarkan maka akan diikuti tokoh-tokoh politik PDIP lainnya dengan meniru pola seperti di Solo dengan membangun klan dinasti. Ini yang patut disayangkan, karena bisa merusak sistem kaderisasi di PDIP," ujar Yulianto.
Gibran dinilai terlalu ngebet maju Pilkada Solo di saat sang ayah masih menjabat sebagai Presiden Indonesia.
Yulianto menyebut organisasi partai membutuhkan komunikasi dan komitmen dari seluruh bagiannya.
"Jangan mentang-mentang punya power, maka terus ikut maju di kontestasi pemilihan wali kota. Karena organisasi partai itu harus ada komunikasi yang dibangun dan harus mampu menjalankan komitmen bersama seluruh elemen di dalamnya," ujar Yulianto.
Yulianto menyebut tidak akan mudah memimpin partai politik seperti PDIP.
"Kalau anaknya Jokowi lebih ditopang milenial yang kepingin perubahan. Tapi kemampuan memimpin bisnis boleh-boleh saja, belum tentu dia mampu di parpol. Itu tidak semudah mengelola perusahaan martabak," kata Yulianto.
Yulianto menilai situasi politik saat ini berbeda dengan kondisi politik saat Jokowi maju sebagai Wali Kota Solo.
"Jelas berbeda dengan situasi politik ketika Pak Jokowi dulu terpilih jadi Wali Kota Solo. Karena Solo saat itu krisis kepemimimpan, jadinya Pak Jokowi unggul dalam mendapatkan momentum," ujarnya.
Dianggap Bisa Rusak Reputasi Jokowi
Kritikan untuk Gibran juga diungkapkan Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah.
Fahri Hamzah menilai, keikutsertaan Gibran di Pilkada Solo 2020 akan merusak reputasi Jokowi, terlepas dari hasilnya akan menang atau kalah.
Ia juga menyebut Gibran sebaiknya maju dalam kontestasi politik setelah Jokowi tak lagi menjabat presiden atau setelah 2024.
Fahri Hamzah mengungkapkan hal tersebut melalui cuitan di Twitternya @Fahrihamzah, Selasa (17/12/2019).
"Sebaiknya Gibran maju paling cepat setelah 2024....
kalah atau menang di Solo akan merusak reputasi bapaknya...
padahal harusnya reputasi presiden berakhir moncer...
pada periode akhir...," tulisnya.
Cuitan tersebut merupakan respons Fahri terkait sebuah survei yang menunjukkan elektabilitas Gibran masih berada di bawah elektabilitas bakal calon Wali Kota Solo yang lain, Achmad Purnomo.
Achmad Purnomo saat ini menjabat sebagai Wakil Wali Kota Solo, mendampingi FX Hadi Rudyatmo.
Bantah Politik Dinasti
Dilansir Kompas.com, Gibran maju di Pilkada Solo 2020 bukan untuk membangun dinasti politik.
Status 'anak presiden' tidak membuat Gibran lantas dimudahkan jalannya untuk menjadi calon Wali Kota Solo.
"Sudah dijelaskan berkali-kali. Saya ikut kontestasi (Pilkada Solo) bisa menang, bisa kalah. Bisa dipilih, bisa tidak," ucap Gibran, saat ditemui di Solo, Jawa Tengah, Selasa (17/12/2019).
Suami Selvi Ananda tersebut menegaskan tidak adanya penunjukan dari partai untuk dirinya maju sebagai kandidat calon wali kota.
"Dan yang paling penting kan tidak ada penunjukan," kata Gibran menegaskan.
Ayah Jan Ethes dan La Lembah Manah juga menegaskan akan mengikuti mekanisme yang telah disyaratkan oleh PDIP.
"Semua mekanisme partai saya lalui, ya sudah. Dipilih monggo, tidak dipilih silakan," ungkapnya.
Diketahui, Gibran sempat mengungkapkan tidak tertarik masuk ke dunia politik.
Namun, Gibran menyadari sebagai anak muda, pola pikir masyarakat tentang pandangan politik yang selalu kotor harus diubah.
"Kalau yang mengubah bukan anak muda tidak akan bisa, karena ini jadi momen anak muda, anak muda jadi penggerak bukan obyek yang digerakan," katanya.
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Riska Farasonalia/Labib Zamani)